Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Said Didu Sindir DPR Soal Usulan Pemakzulan Gibran: Rakyat Serius, Parlemen Malah Main Poco-Poco

 Soal Pemakzulan Wapres Gibran, Said Didu Beberkan Tiga Hal Ini - FAJAR

Repelita Jakarta - Usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mengemuka setelah Forum Purnawirawan TNI mengajukan surat resmi kepada DPR RI.

Namun surat tersebut hingga kini diklaim belum diterima secara langsung oleh Pimpinan DPR RI.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan surat itu masih berada di Sekretariat Jenderal DPR dan belum sampai ke meja pimpinan.

Menurutnya, banyak surat yang belum diproses karena masa sidang baru saja dimulai kembali pada Selasa pekan lalu.

Merespons hal ini, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, menyindir keras respons partai politik dan parlemen yang dinilai abai terhadap upaya pemakzulan tersebut.

Melalui akun X pribadinya, ia menyebut bahwa gerakan rakyat justru dianggap seperti hiburan belaka oleh elite.

“Saat rakyat ingin bersihkan dan luruskan kesalahan bangsa lewat pemakzulan Gibran. Justru Partai, Parlemen, dan tokoh hanya menjadikan sebagai musik untuk main poco-poco,” tulisnya.

Ia juga mengajak masyarakat untuk bersatu menghentikan apa yang disebutnya sebagai tarian poco-poco kekuasaan demi perbaikan bangsa.

Dalam unggahan tersebut, Said Didu juga membagikan poster undangan konferensi pers bersama masyarakat sipil yang mengecam sikap diam parlemen terhadap permintaan pemakzulan Wapres.

Forum Purnawirawan TNI sebelumnya telah mengirim surat tertanggal 26 Mei 2025 kepada pimpinan DPR dan MPR, berisi permintaan agar Gibran diberhentikan karena diduga melanggar etika dan konstitusi dalam proses pencalonan wakil presiden.

Mereka menilai keabsahan Gibran sebagai wapres cacat hukum karena muncul dari putusan Mahkamah Konstitusi yang sarat konflik kepentingan.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Yance Arizona, menyatakan bahwa surat permintaan pemakzulan tersebut belum cukup kuat dari sisi hukum.

Menurutnya, pemakzulan harus dijalankan dengan prosedur ketat sesuai konstitusi dan tidak cukup hanya berdasarkan opini publik atau tekanan politik.

Ia menjelaskan, Pasal 7A UUD 1945 menetapkan bahwa pemakzulan hanya bisa dilakukan jika presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berat.

Pasal 7B mengatur bahwa usulan DPR harus didukung oleh dua pertiga anggota dan melalui pemeriksaan Mahkamah Konstitusi sebelum diteruskan ke MPR.

Prosedur ini, menurut Yance, sangat ketat dan membutuhkan bukti kuat, bukan sekadar desakan simbolik.

Ia menyebut bahwa wacana ini berpotensi lebih bersifat politis ketimbang yuridis.

Sementara itu, proses formal terkait surat usulan pemakzulan masih belum menemukan titik terang karena belum disahkan sebagai agenda resmi parlemen.

Publik pun menanti apakah DPR akan menindaklanjuti permintaan tersebut sesuai jalur konstitusi atau membiarkannya tenggelam di meja birokrasi. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved