Repelita Jenewa - Laporan terbaru dari Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese mengguncang dunia setelah menyebut 48 perusahaan raksasa global terlibat dalam kejahatan genosida di Gaza.
Dalam laporan yang dirilis pada Kamis, 3 Juli 2025 di Jenewa, Francesca memaparkan daftar nama perusahaan yang diduga turut mendukung agresi militer Israel melalui jalur ekonomi dan teknologi.
Di antara nama-nama besar itu terdapat Microsoft, Alphabet Inc., Amazon, hingga dua raksasa energi dunia yang memiliki jejak bisnis di Indonesia, yakni BP dan Chevron.
Albanese menyebut keterlibatan perusahaan-perusahaan tersebut telah melampaui batas etika.
Mereka dianggap mendukung pelanggaran hukum internasional yang dilakukan Israel atas penduduk Palestina.
"Pendudukan abadi Israel telah menjadi ladang uji coba ideal bagi para produsen senjata dan perusahaan teknologi besar, dengan permintaan tinggi, minim pengawasan, dan tanpa akuntabilitas," tulis laporan tersebut.
Istilah yang digunakan Albanese, seperti ‘ekonomi genosida’, menjadi sorotan publik dan mengundang keprihatinan luas.
Nama BP dan Chevron menjadi fokus utama karena keterlibatan langsung mereka dalam proyek energi Israel.
Menurut laporan PBB, BP telah mengantongi lisensi eksplorasi minyak dan gas di wilayah laut Palestina yang kini dikuasai secara sepihak oleh Israel.
Sementara Chevron tercatat sebagai pemasok dominan gas alam Israel, sekaligus penerima keuntungan besar dari jaringan pipa East Mediterranean Gas.
Tahun 2023, Chevron tercatat menyetor royalti dan pajak sebesar US$453 juta ke pemerintah Israel.
Chevron juga terlibat dalam ekspor gas ke Mesir dan Yordania, dengan penguasaan lebih dari 70 persen konsumsi gas domestik Israel.
Yang mencengangkan, kedua perusahaan tersebut punya pengaruh besar di Indonesia.
BP mengelola blok migas besar di Teluk Bintuni, Papua Barat, termasuk kilang LNG Tangguh yang menjadi salah satu pemasok gas utama nasional.
Chevron, melalui merek Caltex, menjual berbagai produk pelumas dan cairan otomotif di seluruh pelosok Tanah Air.
Chevron bahkan disebut-sebut sedang mengincar beberapa blok migas baru di Indonesia.
Temuan PBB ini dipastikan akan memicu perdebatan publik, terutama menyangkut kelanjutan kerja sama energi antara Indonesia dan perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam dugaan kejahatan kemanusiaan di Palestina.
Desakan moril untuk meninjau ulang kerja sama tersebut kemungkinan akan semakin menguat menjelang perayaan kemerdekaan Indonesia ke-80. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.