Repelita Jakarta - Aktivis Hak Asasi Manusia sekaligus pendiri Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, Azmi Abubakar, melontarkan kritik keras terhadap pernyataan Fadli Zon mengenai tragedi pemerkosaan massal 1998.
Komentar Fadli Zon dinilai menyakitkan hati korban dan mengabaikan penderitaan etnis Tionghoa yang menjadi sasaran kekerasan dalam tragedi tersebut.
Dalam perbincangannya di kanal YouTube milik Guntur Romli pada 2 Juli 2026, Azmi menyebut Fadli Zon memiliki kecenderungan menyuarakan pandangan diskriminatif.
Menurutnya, pernyataan Fadli bukan hal baru, melainkan lanjutan dari sikap yang telah ditunjukkan sejak sebelum tragedi itu terjadi.
"Fadly Zon ini dalam beberapa wawancaranya kita bisa lihat ada pandangan yang diskriminatif terhadap orang Tionghoa," ujar Azmi.
Ia menilai ucapan Fadli seolah memberi pembelaan terhadap pelaku pemerkosaan massal.
“Jadi ketika dia bilang tidak ada pemerkosaan, pemerkosa massal. Sepertinya dia kok membela pemerkosa,” tambahnya.
Pernyataan Fadli sebelumnya disampaikan dalam wawancara YouTube pada 10 Juni 2025.
Dalam video tersebut, Fadli menyebut kekerasan seksual dalam peristiwa Mei 1998 sebagai cerita yang belum pernah terbukti.
"Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya. Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli.
Ia juga mengaku pernah membantah temuan tim pencari fakta yang menyatakan adanya kekerasan seksual dalam tragedi itu.
Menurut Fadli, narasi sejarah seharusnya dirancang untuk menyatukan bangsa dan tidak menimbulkan konflik baru.
"Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu," kata Fadli.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.