
Repelita Gaza - Pasukan Pertahanan Israel dilaporkan menembak sejumlah anak-anak Palestina di Jalur Gaza.
Banyak dari korban anak-anak itu mengalami luka serius di bagian alat vitalnya.
Hal ini diungkapkan oleh seorang dokter asing bersama rekannya yang menyatakan adanya pola luka serupa pada remaja yang terkena tembakan.
Tembakan diduga sengaja diarahkan ke area tubuh tertentu.
Dokter tersebut menyampaikan bahwa beberapa remaja laki-laki baru-baru ini dilarikan ke rumah sakit dengan luka tembak di area alat vital mereka.
Menurut laporan Middle East Eye, anak-anak tersebut tertembak di sekitar lokasi yang seharusnya menjadi zona distribusi bantuan.
Lokasi yang seharusnya aman ini justru disebut sebagai “jebakan maut” bagi warga Palestina.
Pada Senin, 14 Juli 2025, tercatat sedikitnya 19 warga Palestina tewas akibat serangan udara Israel di berbagai titik Jalur Gaza.
Pejabat kesehatan di Rumah Sakit Al-Shifa melaporkan tiga korban tewas akibat serbuan dekat kampus di bagian selatan Kota Gaza.
Sementara tenaga medis di Kota Gaza menyebut ada sembilan korban meninggal, termasuk lima orang di kawasan Al-Saftawi.
Rumah Sakit Baptis melaporkan dua korban jiwa akibat serangan di area Shujaiyya.
Rumah Sakit Al-Awda di Gaza tengah melaporkan satu orang tewas dan sejumlah lainnya luka-luka akibat serangan di tangki air di kamp pengungsian Nuseirat.
Kantor Informasi Pemerintah Gaza menyatakan pasukan Israel menyerang warga Palestina yang tengah mengisi air ke tempat penyimpanan.
Israel dituduh telah menewaskan 112 orang, dengan total korban mencapai lebih dari 700 jiwa, sebagian besar masih anak-anak.
Kantor itu menyebut serangan tersebut sebagai bagian dari “perang untuk mengobarkan rasa haus”.
Pihak Gaza pun menyerukan masyarakat internasional dan organisasi kemanusiaan agar segera turun tangan guna menjamin keamanan distribusi air bagi warga.
Delapan badan di bawah PBB memperingatkan bahwa blokade bahan bakar oleh Israel dapat menghentikan operasional rumah sakit, sistem air, dan bantuan kemanusiaan.
“Tanpa bahan bakar yang memadai, kami mungkin harus menghentikan seluruh operasional kami,” ungkap perwakilan badan PBB.
Militer Israel berencana membangun “kota kemanusiaan” di Rafah, Gaza, yang diperkirakan menelan biaya sekitar 4 miliar dolar AS atau setara Rp650 miliar.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan keberatan atas rencana tersebut.
Dalam rapat pada Senin kemarin, Netanyahu dan sejumlah menteri menilai rencana itu tidak realistis dan dapat memakan waktu hingga satu tahun untuk terealisasi.
Kota kemanusiaan ini ditargetkan dapat menampung 500.000 pengungsi Palestina.
Organisasi kemanusiaan mengecam rencana tersebut dan menyebutnya sebagai kamp konsentrasi.
Kamp itu dituding sebagai sarana pengusiran dan pembersihan etnis terhadap warga Palestina.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

