Repelita Jakarta - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kasus korupsi minyak goreng yang nilainya menembus Rp11,8 triliun.
Melalui akun media sosialnya, ia menyoroti betapa besar dampak korupsi terhadap kemiskinan di tanah air.
Ia mengaku merinding melihat tumpukan uang tunai hasil korupsi yang dipamerkan.
“Inilah kenapa banyak yang miskin di negara ini,” tulisnya dalam cuitan pada Rabu 18 Juni 2025.
“Baru satu kasus bikin merinding tumpukan duit cash-nya,” sambungnya.
Ia bahkan menunggu pengungkapan kasus-kasus lain yang diduga merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
“Nunggu yang ratusan triliun dipamerin begini juga. Penasaran dengan tumpukan duit cash begitu,” tulisnya lagi.
Adi menegaskan agar para pelaku tidak diberi ampun.
“Jangan kasi ampun para koruptor itu,” tegasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menyita uang sebesar Rp11,8 triliun dari korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group.
Kasus ini terkait tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022.
Uang tunai dalam pecahan Rp100 ribu itu dipamerkan dalam konferensi pers di Gedung Bundar, Jakarta, pada Selasa 17 Juni.
Tumpukan uang dikemas rapi dalam plastik bening, masing-masing berisi Rp1 miliar.
Direktur Penuntutan Kejagung, Sutikno, menyebut bahwa dana tersebut dikembalikan oleh lima korporasi pelaku.
Mereka adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
“Bahwa dalam perkembangan lima terdakwa korporasi tersebut mengembalikan uang kerugian negara yang ditimbulkannya, yaitu Rp11.880.351.802.619,” ujarnya.
Sutikno menjelaskan bahwa seluruh perusahaan itu berada dalam satu grup, yakni Wilmar Group.
Kasus korupsi ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah industri kelapa sawit Indonesia. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok