
Repelita Jakarta - Syamsul Arifin, terdakwa dalam kasus perlindungan situs judi online (judol) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), mengaku mendapat ancaman dan teror setelah memblokir ribuan situs yang sebelumnya dilindungi oleh Denden Imadudin Soleh dan kelompoknya.
Pengakuan ini disampaikan saat Syamsul memberikan kesaksian sebagai saksi mahkota di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu 11 Juni 2025.
Menurut Syamsul, insiden tersebut terjadi saat dirinya mulai menjabat sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal pada Januari 2024, menggantikan posisi yang sebelumnya dipegang oleh Denden.
Pada waktu yang sama, Denden dipindahkan menjadi Ketua Tim Penyidikan dan Ahli UU ITE di kementerian tersebut.
“Di bulan Februari saya sempat memblokir sekitar dua ribu situs. Setelah itu saya menerima ancaman dan tekanan dari pihak yang tidak saya ketahui,” ujar Syamsul dalam persidangan.
Ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan siapa yang mengancam, Syamsul mengaku tidak mengenali pelaku.
Ia kemudian menanyakan hal tersebut kepada dua anggota tim, Yudha Rahman Setiadi dan Yoga Priyanka Sihombing, yang sebelumnya bekerja di bawah kepemimpinan Denden.
“Saya bertanya, apakah situs yang saya blokir itu termasuk situs yang dijaga? Kalau iya, siapa yang bertanggung jawab?” jelas Syamsul.
Ia menambahkan bahwa pada akhir Februari, Denden datang menemuinya dan mengakui bahwa situs yang diblokir merupakan bagian dari jaringan yang sebelumnya mereka lindungi.
Dalam pertemuan itu, Syamsul juga mengaku menerima uang sebesar 15.000 dolar Singapura dari Denden.
Perkara perlindungan situs judol ini terbagi dalam empat kelompok besar.
Klaster pertama adalah kelompok koordinator yang terdiri dari Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua mencakup eks pegawai Kementerian Kominfo, seperti Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga berisi para agen situs judol, yakni Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, dan Ferry alias William alias Acai.
Sementara klaster keempat terdiri dari para penampung hasil kejahatan atau pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yaitu Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
Dalam perkara ini, terdakwa dari klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 serta Pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHP.*
Editor: 91224 R-ID Elok

