
Repelita Jakarta - Mantan Ketua BEM Universitas Padjadjaran tahun 2022, Virdian Aurellio Hartono, menyoroti pola kebijakan pemerintah yang dinilainya berulang dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Lewat akun Instagram pribadinya @virdian_aurellio, ia menyampaikan kekecewaan terhadap kecenderungan pemerintah pusat yang kerap membuat kebijakan kontroversial, lalu mencabutnya setelah viral dan menuai kritik.
“Sengketa 4 pulau akhirnya kembali ke tangan Aceh, good job, tapi jujur Gua kecewa sama pemerintah pusat, karena polanya begitu terus, bikin kebijakan, bermasalah, viral, dibatalin, ditepuktanganin, dan jadi pahlawan. Mau sampai kapan main pahlawan-pahlawanan terus,” tulis Virdian dalam unggahan pada Jumat.
Virdian menyebut tiga kemungkinan alasan mengapa pola kebijakan semacam ini terus terjadi.
Pertama, ia menduga menteri-menteri kabinet Prabowo-Gibran tidak memiliki komunikasi langsung yang efektif dengan presiden.
“Kemungkinan pertama, kabinet Prabowo-Gibran menteri-menterinya itu nggak ada komunikasi ke Prabowo secara langsung, Prabowo tahunya di akhir, nggak setuju, dibatalin. Jangan-jangan yang pertama kabinetnya nggak komunikatif,” ujarnya.
Kemungkinan kedua, menurutnya, bisa saja kebijakan tersebut memang datang dari presiden atau wakil presiden, namun ketika menuai reaksi keras dari masyarakat, menterinya yang dijadikan kambing hitam.
“Nomor dua, emang niat bikin kebijakan itu sebetulnya dari presiden dan wakil presiden, tapi ketika ada publik dan banyak yang menentang, ya udah yang disalahin menterinya aja, kebijakannya diganti lagi,” lanjutnya.
Ia juga menyampaikan dugaan skenario ketiga yang menurutnya paling manipulatif.
“Ketiga, memang dari awal kebijakannya dibuat untuk dibatalkan kemudian jadilah pahlawan karena dibatalkan karena dianggap mendengar suara rakyat,” kata Virdian.
Dalam unggahan yang sama, Virdian memaparkan sejumlah contoh kebijakan yang sempat viral sebelum akhirnya dibatalkan oleh pemerintah.
“Bayangin ada beberapa kebijakannya yang sempat begini. PPN 12 persen ramai dulu baru batal, gas elpiji sempat ramai juga baru dibatalin, soal Raja Ampat ramai dulu baru dibatalin,” tulisnya.
Ia mengingatkan bahwa jika respons pemerintah datang terlambat, risikonya bisa berbahaya.
“Bayangin kalau terlambat, itu Raja Ampat udah hilang dari keindahan dan surga Indonesia. Keempat, begitupun dengan konflik Aceh dan Sumut. Kalau terlambat dikit, perang sipil kita mengerikan,” tandasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

