Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Rumitnya Proses Pemakzulan Wapres, antara Teori, Fakta dan Keniscayaan Suara Rakyat

 

Repelita Jakarta - Wacana pemakzulan Wakil Presiden kembali mengemuka setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI (FPPTNI) melayangkan surat resmi kepada DPR-RI.

Topik ini menjadi bahan perbincangan hangat di ruang publik.

Dua program diskusi populer, Rakyat Bersuara dan Indonesia Lawyers Club, sama-sama mengangkat isu ini pekan ini.

Menurut pengamat independen Roy Suryo, meskipun dirinya tidak menjadi narasumber dalam acara tersebut, pembahasan ini menunjukkan bahwa isu pemakzulan memang krusial.

Roy menyebut bahwa masyarakat Indonesia mayoritas menantikan langkah konstitusional terhadap Wakil Presiden karena alasan yang disebutkan dalam surat FPPTNI.

Walau hingga kini belum dibahas di DPR-RI, kondisi itu hanya bersifat teknis karena para anggota legislatif sedang masa reses hingga 26 Juni 2025.

Dalam ulasan sebelumnya, Roy telah memaparkan isi surat FPPTNI yang memuat sejumlah alasan logis, antara lain cacat konstitusi dalam Putusan MK 90, ketidakmampuan personal Wapres, jejak digital bernuansa ujaran kebencian dari akun Kaskus “Fufufafa”, serta dugaan keterlibatan keluarga dalam kasus korupsi yang dilaporkan ke KPK.

Secara prosedural, proses pemakzulan memang panjang dan menantang.

Komposisi kekuatan politik di DPR-RI berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2024 adalah sebagai berikut.

  1. PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan): 110 kursi dengan perolehan suara 25.387.279 (16,72%).
  2. Golkar (Partai Golongan Karya): 102 kursi dengan perolehan suara 23.208.654 (15,29%).
  3. Gerindra (Partai Gerakan Indonesia Raya): 86 kursi dengan perolehan suara 20.071.708 (13,22%).
  4. PKB (Partai Kebangkitan Bangsa): 68 kursi dengan perolehan suara 16.115.655 (10,62%).
  5. NasDem (Partai Nasional Demokrat): 69 kursi dengan perolehan suara 14.660.516 (9,66%).
  6. PKS (Partai Keadilan Sejahtera): 53 kursi dengan perolehan suara 12.781.353 (8,42%).
  7. PAN (Partai Amanat Nasional): 48 kursi dengan perolehan suara 10.984.003 (7,24%).
  8. Demokrat (Partai Demokrat): 44 kursi dengan perolehan suara 11.283.160 (7,43%).

Total jumlah kursi DPR-RI sebanyak 580 kursi.

Jika diklasifikasikan berdasarkan posisi terhadap pemerintahan, maka 7 partai tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah (KIM Plus) dengan total 470 kursi, sebagai berikut:

  1. Golkar: 102 kursi.
  2. Gerindra: 86 kursi.
  3. PKB: 68 kursi.
  4. NasDem: 69 kursi.
  5. PKS: 53 kursi.
  6. PAN: 48 kursi.
  7. Demokrat: 44 kursi.

Sementara oposisi hanya diwakili oleh PDIP dengan 110 kursi.

Secara komposisi, kekuatan partai oposisi hanya sebesar 23,4% atau sekitar seperlima dari total DPR-RI.

Proses pemakzulan secara teknis dimulai dengan pengajuan oleh minimal 25 anggota DPR dari dua fraksi yang berbeda.

Tahap awal membutuhkan persetujuan rapat paripurna yang dihadiri oleh dua pertiga anggota DPR atau 387 orang.

Jika disetujui, maka voting dilakukan dan harus memperoleh minimal 268 suara setuju.

Tahapan dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi untuk pemeriksaan materiil selama maksimal 90 hari.

Jika MK menyatakan Wakil Presiden bersalah, proses berlanjut ke MPR-RI.

Komposisi MPR-RI terdiri dari 580 anggota DPR dan 136 anggota DPD, total 716 anggota.

Dalam sidang MPR, minimal 479 anggota harus hadir dan keputusan diambil melalui persetujuan dua pertiga dari jumlah hadir atau setidaknya 320 suara.

Roy Suryo menyampaikan bahwa meski jalur konstitusional terlihat rumit, sejarah membuktikan bahwa kekuatan rakyat bisa menjadi penentu utama.

Ia mengingatkan kembali momentum 1998 ketika rezim Orde Baru tumbang di tengah kekuasaan yang kuat.

Ia juga mengutip pepatah Latin “Vox populi, vox dei” yang bermakna “Suara rakyat adalah suara Tuhan”.

Roy menilai pelanggaran yang disebut dalam surat FPPTNI serta tercyduknya akun Instagram Wapres yang mem-follow akun judi daring, cukup menjadi alasan untuk menegakkan etika publik.

Walau pihak Istana menyebut akun tersebut berubah nama, Roy menekankan pentingnya prinsip “Noblesse Oblige” atau kewajiban moral seorang pejabat negara untuk tidak mencederai nilai hukum, agama, sosial, dan budaya.

Ia berharap proses pemakzulan terus berjalan dan menjadi pelajaran penting bagi sistem demokrasi di Indonesia.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved