Repelita Jombang - Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari ditangkap tentara Jepang pada Maret 1942 di kompleks Pondok Tebuireng.
Penangkapan itu dipicu penolakan beliau terhadap perintah seikerei.
Seikerei adalah ritual membungkuk ke arah matahari terbit yang diwajibkan penguasa Nippon.
Pihak militer menuduh Rais Akbar PBNU tersebut hendak melancarkan pemberontakan.
Kiai Hasyim dibawa ke penjara Jombang bersama beberapa santri dekatnya.
Di sel sempit itu tangan beliau dihantam palu hingga remuk.
Semangatnya tidak padam meski mengalami penyiksaan.
Selama terkurung beliau mengisi waktu dengan menghafal Al-Qur’an dan Shahih Bukhari sebagai wirid harian.
Kabar penangkapan cepat menyebar ke pesantren-pesantren Nahdlatul Ulama di Jawa dan Madura.
Di Tebuireng putra bungsu beliau Kiai Yusuf Hasyim baru berusia dua belas tahun.
Meski masih belia Yusuf segera bergabung dalam konsolidasi kiai-kiai untuk menekan Jepang agar membebaskan sang ayah.
Ia diminta menyampaikan pesan rahasia ke sejumlah ulama agar menyiapkan aksi solidaritas.
Tugas itu dijalankan Yusuf dengan mengayuh sepeda melewati desa-desa di Jombang pada malam hari.
Kesigapannya membuat jaringan komunikasi NU tetap hidup di tengah sensor militer.
Di luar Tebuireng KH Wahid Hasyim dan KH Abdul Wahab Chasbullah melakukan lobi bertingkat ke kantor Kempetai Surabaya.
Diplomasi mereka akhirnya meluluhkan Jepang setelah tekanan massa santri makin kuat.
Pada akhir Ramadan 1361 Hijriah atau pertengahan Agustus 1942 Kiai Hasyim Asy’ari dibebaskan tanpa syarat.
Begitu tiba di halaman pesantren beliau langsung disambut sujud syukur ribuan santri.
Yusuf berdiri di barisan depan memeluk ayahnya sambil berderai air mata.
Peristiwa itu menanamkan keberanian yang kelak membentuk sikap patriot Yusuf dalam perang mempertahankan kemerdekaan.
Empat tahun kemudian ia mengangkat senjata bersama pasukan Hizbullah dan pernah tertembak di bahu.
Kisah keberanian bocah dua belas tahun itu menjadi inspirasi kader muda NU hingga kini.
Ia menunjukkan bahwa perjuangan dapat dimulai sejak usia dini ketika panggilan agama dan bangsa terusik.
Sejak pembebasan itu pula Jepang lebih berhati-hati menghadapi jaringan kiai pesantren.
Penangkapan Rais Akbar bukannya mematahkan NU justru menegaskan soliditas ulama-santri menghadapi penjajah.
Jejak heroik Kiai Yusuf dalam episode kelam tersebut kini diusulkan sebagai bukti layak gelar pahlawan nasional.
Sejarah mencatat keberanian seorang remaja bisa menggerakkan gelombang perlawanan yang menentukan arah bangsa.
(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

