Repelita Karawang - Proyek ekosistem industri baterai kendaraan listrik terintegrasi terbesar di Asia Tenggara resmi dimulai melalui peletakan batu pertama oleh Presiden Prabowo Subianto di Artha Industrial Hills, Karawang, Jawa Barat, pada Ahad, 29 Juni 2025.
Sekretaris Kabinet Letkol Inf Teddy Indra Wijaya menyampaikan bahwa megaproyek ini diperkirakan menyerap 8.000 tenaga kerja langsung dan 35 ribu tenaga kerja tidak langsung.
Menurut Teddy, proyek ini menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pengembangan industri dari hulu ke hilir.
Ia menambahkan, terdapat enam subproyek yang dibangun di Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Karawang sebagai bagian dari proyek tersebut.
Dalam sambutannya, Presiden Prabowo menekankan pentingnya kemampuan bangsa untuk mengolah sumber daya alam menjadi produk bernilai tambah tinggi.
Prabowo mengatakan, “Hilirisasi akan jalan terus, momentum akan kita percepat. Kita mau bergerak cepat, rakyat menuntut, mengharapkan kemajuan cepat.”
Proyek ini termasuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional dengan nilai investasi mencapai 5,9 miliar dolar AS atau setara Rp95,7 triliun, mencakup lahan seluas 3.023 hektare.
Desain proyek ini mengedepankan prinsip ramah lingkungan dengan pemanfaatan berbagai sumber energi seperti PLTU 2x150 MW, PLTG 80 MW, energi panas limbah 30 MW, dan tenaga surya 172 MWp, termasuk 24 MWp di pabrik Karawang.
Pabrik baterai yang berdiri di lahan seluas 43 hektare ini dijalankan oleh PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (CATIB), hasil kerja sama antara Indonesia Battery Corporation (IBC) dan CBL, anak perusahaan CATL asal Tiongkok.
Pada fase pertama, pabrik ditargetkan menghasilkan kapasitas sebesar 6,9 GWh, dan meningkat menjadi 15 GWh pada fase kedua.
Operasi komersial direncanakan dimulai pada akhir 2026.
Di Halmahera Timur, perusahaan patungan PT Feni Haltim (PT FHT) dibentuk oleh Antam dan Hong Kong CBL Limited (HK CBL) untuk mengembangkan kawasan industri berbasis energi baru.
Proyek ini mencakup pertambangan nikel serta smelter pirometalurgi dengan target kapasitas produksi sebesar 88 ribu ton refined nickel alloy per tahun pada 2027.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam laporannya menekankan bahwa arahan Presiden adalah memastikan hilirisasi berjalan secara adil dan merata.
Ia mengajak semua pihak agar proyek ini juga melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah, bukan hanya dinikmati investor pusat.
“Jangan pengusaha Jakarta yang ada di daerah, tetapi pengusaha daerah yang ada di daerah. Agar apa? Jadikan anak-anak daerah menjadi tuan di negerinya sendiri,” kata Bahlil. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.