Repelita Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyayangkan lambatnya langkah pemerintah dalam menangani masalah tambang nikel di wilayah pulau kecil Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menurutnya, penghentian sementara aktivitas tambang baru dilakukan setelah isu ini ramai dibicarakan publik melalui tagar #SaveRajaAmpat di media sosial.
Ini bukan masalah baru.
Aturan mengenai larangan eksploitasi tambang di pulau kecil sudah sangat jelas.
Namun izin tetap dikeluarkan.
Mufti menegaskan bahwa pemerintah tidak seharusnya menunggu opini publik viral baru bertindak.
Selain itu, ia mempertanyakan bagaimana izin tambang bisa diberikan di wilayah konservasi seperti Raja Ampat.
Perlu dikaji lebih lanjut latar belakang perusahaan pemilik konsesi tambang.
Tidak hanya nikel, tetapi juga untuk komoditas lain seperti emas dan batu bara.
Ia menekankan bahwa Raja Ampat adalah kawasan konservasi dan tujuan wisata kelas dunia, bukan area industri ekstraktif.
Karenanya, ia menilai sangat janggal jika sampai ada izin pertambangan yang muncul di sana.
Sudah terlalu banyak hutan yang dirusak, laut yang tercemar, dan masyarakat adat yang terusir.
Jangan korbankan lingkungan demi keuntungan sesaat.
Mufti menutup pernyataannya dengan mengingatkan agar alam dijaga karena merupakan modal hidup generasi mendatang. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok