Repelita Jakarta - Kuasa hukum Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Rivai Kusumanegara, mendesak Polda Metro Jaya segera menuntaskan penyelidikan atas laporan dugaan pencemaran nama baik terkait isu ijazah palsu yang dituduhkan kepada kliennya.
Rivai menyatakan bahwa laporan tersebut telah diajukan dua bulan lalu dan sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai kelanjutannya.
Menurutnya, Polda Metro harus segera menentukan apakah laporan tersebut akan ditingkatkan ke tahap penyidikan atau dihentikan.
Ia menegaskan bahwa pihaknya sebagai pelapor memiliki hak untuk menuntut penyelesaian proses hukum tersebut.
Dalam konferensi pers di Senayan, Rivai juga menyebut bahwa pihak terlapor, yakni Roy Suryo dan beberapa orang lainnya, telah menciptakan opini publik yang berpotensi memecah stabilitas politik.
Rivai menuding kelompok tersebut tidak sedang mencari kebenaran, melainkan membangun kegaduhan yang meresahkan masyarakat.
Ia menilai bahwa narasi-narasi yang mereka angkat telah melewati batas kewajaran dan tidak berdasarkan fakta ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Dengan dasar itu, ia yakin laporan mereka sudah memenuhi syarat untuk ditingkatkan menjadi penyidikan.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap laporan tersebut secara menyeluruh.
Ia menjelaskan bahwa proses penyelidikan memerlukan kehati-hatian dan akurasi agar dapat membentuk konstruksi peristiwa yang utuh.
Ade Ary juga menyebutkan bahwa analisis forensik dari Bareskrim Polri akan menjadi bagian penting dalam penanganan kasus ini.
Menurutnya, data forensik tersebut akan digunakan dalam penyelidikan dugaan pencemaran nama baik yang diatur dalam KUHP dan UU ITE.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya pada Rabu, 30 April 2025, dan teregistrasi dengan nomor LP/B/2831/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Jokowi menjelaskan bahwa ia membawa perkara ini ke jalur hukum agar semua tudingan mengenai keaslian ijazahnya dapat diselesaikan secara terbuka dan objektif.
“Ini sebenarnya soal ringan, tapi harus dijawab secara hukum agar semuanya jelas,” ujarnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok