Repelita Jakarta - Komnas Perempuan kembali menyoroti kekerasan dan penyiksaan yang masih dilakukan aparat terhadap tahanan, khususnya perempuan.
Anggota Komnas Perempuan, Sondang Frishka, mengungkapkan bahwa kekerasan yang terjadi di tempat-tempat seperti rutan dan lapas kerap kali melibatkan penyiksaan fisik maupun seksual.
Hal ini disampaikan dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu 25 Juni dalam rangka peringatan Hari Anti Penyiksaan Internasional.
Sondang mencontohkan kasus kekerasan seksual terhadap seorang tahanan perempuan di Pacitan, Jawa Timur, yang mencuat pada April 2025.
Dalam kunjungan pemantauan ke lokasi tersebut, Komnas Perempuan mendapati korban mengalami perkosaan yang diduga dilakukan oleh aparat yang seharusnya memberikan perlindungan.
Ia menyayangkan tindakan tersebut karena korban justru menjadi sasaran kekerasan kedua kalinya di bawah pengawasan negara.
Sondang juga menambahkan bahwa penyiksaan tidak hanya terjadi di balik jeruji.
Kasus serupa juga ditemukan di tempat-tempat seperti panti sosial, panti rehabilitasi, hingga di rumah tangga yang dialami oleh pekerja rumah tangga.
Menurutnya, semua tempat di mana seseorang kehilangan kebebasan rentan terhadap praktik penyiksaan.
Komnas Perempuan mencatat sebanyak 13 laporan kekerasan seksual yang masuk sepanjang tahun 2024.
Sebagian besar kasus tersebut melibatkan kekerasan verbal, fisik, dan seksual yang dilakukan oleh aparat selama proses penangkapan, penyelidikan, hingga masa penahanan.
Menjelang peringatan Hari Anti Penyiksaan Internasional pada 26 Juni, enam lembaga negara yang tergabung dalam Koalisi untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) kembali menyatakan komitmennya untuk menghentikan kekerasan sistemik tersebut.
Lembaga yang tergabung dalam KuPP antara lain Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, LPSK, Ombudsman RI, dan Komisi Nasional Disabilitas.
Mereka menekankan pentingnya menghapus praktik penyiksaan sebagai syarat mutlak untuk mewujudkan keadilan di Indonesia. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok