Repelita Jakarta - Pernyataan politisi PSI Deddy Nur Palakka yang membandingkan Joko Widodo dengan nabi memicu kegaduhan di tengah publik.
Dalam pernyataannya, Deddy menilai Jokowi telah memenuhi syarat menjadi nabi, meski lebih memilih hidup sebagai manusia biasa.
"Jadi nabi pun sebenarnya beliau ini sudah memenuhi syarat. Cuman sepertinya beliau menikmati menjadi manusia biasa dengan senyum lebar saat bertemu rakyat," tulis Deddy.
Ungkapan tersebut langsung menyita perhatian netizen dan menuai beragam respons.
Salah satunya datang dari Buni Yani yang menyebut pernyataan itu sebagai bentuk penistaan.
"Ini juga sedang viral di X. Kader PSI anggap Jokowi setara nabi. Karena isu ini isu sensitif, sejumlah netizen menganggapnya sebagai penistaan," tulis Buni Yani dalam unggahannya pada Rabu 11 Juni 2025.
Deddy kemudian memberikan penjelasan atas ucapannya.
Menurutnya, tidak semua penyebutan nabi berarti secara harfiah menerima wahyu dari Tuhan sebagaimana dalam Islam atau Kristen.
Ia menyebut bahwa dalam ranah filsafat, sastra, dan tafsir sosial, istilah nabi kerap digunakan secara simbolis.
"Orang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk disampaikan kepada umat manusia. Namun, dalam perbincangan filsafat, sastra, dan tafsir sosial, kata nabi juga sering digunakan secara kiasan atau simbolik," jelasnya.
Ia menganggap pernyataannya tidak patut disalahkan karena lahir dari cara pandang etis, bukan religius literal.
"Tidak perlu banyak orang untuk mengawali pemikiran. Banyak ide besar dalam sejarah justru berangkat dari satu orang yang melihat sesuatu yang orang lain belum lihat.
Dulu orang menganggap Nelson Mandela pengacau, sebelum akhirnya disebut pembawa cahaya rekonsiliasi.
Mahatma Gandhi dulu dianggap aneh dengan strategi ahimsa, sebelum dunia menyebutnya nabi tanpa senjata."
Deddy juga menyatakan bahwa karakter kenabian bisa tampak dari keteguhan, kesabaran, dan ketenangan dalam memimpin, bukan semata klaim wahyu.
"Kadang, satu orang yang mampu menjaga integritas, sabar dalam difitnah, tidak membalas kebencian dengan kebencian, dan tetap memimpin dengan ketenangan, jauh lebih mencerminkan karakter kenabian daripada mereka yang sibuk mengaku-ngaku paling religius."
"Jadi, kalaupun hanya satu orang yang mengatakan Jokowi punya sifat kenabian, itu sah sebagai penilaian pribadi yang berbasis pada nilai-nilai etis, bukan klaim wahyu literal," pungkas Deddy.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok