
Repelita Jakarta - Pernyataan mengejutkan datang dari kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Deddy Nur Palakka, yang menyamakan Presiden ke-7 RI Joko Widodo dengan sosok nabi.
Pernyataan tersebut diunggah Deddy melalui media sosial, Rabu, 11 Juni 2025.
Ia menyebut bahwa Jokowi telah memenuhi kriteria sebagai nabi, meskipun lebih memilih tampil sebagai manusia biasa.
Menurutnya, sikap rendah hati dan keramahan Jokowi menjadi alasan utama penilaiannya.
Jadi nabi pun sebenarnya beliau ini sudah memenuhi syarat.
Cuman sepertinya beliau menikmati menjadi manusia biasa dengan senyum lebar saat bertemu rakyat, tulisnya.
Pernyataan tersebut sontak menimbulkan kehebohan di kalangan warganet.
Salah satunya datang dari Buni Yani, yang menilai pernyataan itu sebagai bentuk penistaan agama.
Ini juga sedang viral di X.
Kader PSI anggap Jokowi setara nabi.
Karena isu ini isu sensitif, sejumlah netizen menganggapnya sebagai penistaan, ungkap Buni melalui akun Facebook pribadinya.
Menanggapi sorotan tersebut, Deddy menjelaskan bahwa makna nabi dalam ucapannya bersifat simbolik.
Ia menekankan bahwa dalam wacana filsafat dan sosial, istilah nabi tidak selalu mengacu pada penerima wahyu.
Orang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk disampaikan kepada umat manusia.
Namun, dalam perbincangan filsafat, sastra, dan tafsir sosial, kata nabi juga sering digunakan secara kiasan atau simbolik, jelasnya.
Deddy pun membela pendapatnya dan menyebut bahwa satu orang pun sah memberi penilaian terhadap karakter seseorang.
Ia mencontohkan tokoh-tokoh dunia seperti Nelson Mandela dan Mahatma Gandhi.
Tidak perlu banyak orang untuk mengawali pemikiran.
Banyak ide besar dalam sejarah justru berangkat dari satu orang yang melihat sesuatu yang orang lain belum lihat.
Dulu orang menganggap Nelson Mandela pengacau, sebelum akhirnya disebut pembawa cahaya rekonsiliasi.
Mahatma Gandhi dulu dianggap aneh dengan strategi ahimsa, sebelum dunia menyebutnya nabi tanpa senjata, katanya.
Ia juga menyebut bahwa nilai-nilai kesabaran, integritas, dan keteguhan dalam menghadapi fitnah merupakan sifat yang pantas disebut kenabian.
Kadang, satu orang yang mampu menjaga integritas, sabar dalam difitnah, tidak membalas kebencian dengan kebencian, dan tetap memimpin dengan ketenangan, jauh lebih mencerminkan karakter kenabian daripada mereka yang sibuk mengaku-ngaku paling religius.
Jadi, kalaupun hanya satu orang yang mengatakan Jokowi punya sifat kenabian, itu sah sebagai penilaian pribadi yang berbasis pada nilai-nilai etis, bukan klaim wahyu literal, tegasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

