Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Jimly Asshiddiqie: Sidang Kode Etik Harus Terbuka Agar Ada Efek Jera

Repelita Jakarta - Pakar hukum tata negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menegaskan bahwa penanganan perkara pelanggaran etik seharusnya dilaksanakan secara terbuka.

Menurutnya, selama proses etik masih dianggap sebagai urusan tertutup, maka tidak akan berdampak positif terhadap pembelajaran publik.

Jimly menyampaikan bahwa efek jera tidak akan tercipta apabila publik tidak dilibatkan dalam proses penegakan etik.

“Maksud saya, kalau tidak dibuka tidak memberi efek jera dan mendidik publik. Jadi jangan lihat masalah etik sebagai problem privat, tapi lihatlah jabatannya, ini jabatan publik. Jangan lihat etiknya, tapi lihat jabatan publiknya itu,” ujar Jimly dalam diskusi daring bersama Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Rabu, 11 Juni 2025.

Ia menambahkan bahwa jabatan publik harus tunduk pada prinsip keterbukaan informasi karena menyangkut kepentingan masyarakat luas.

"Kalau ini jabatan publik maka berlakulah ketentuan kebebasan informasi publik. Jabatan publik adalah milik publik maka kita harus memperkenalkan tahap perkembangan yang paling mutakhir ialah fungsional terbuka," kata dia.

Jimly juga menyoroti kesalahan persepsi yang selama ini berkembang, yakni bahwa pelanggaran etik merupakan urusan pribadi sehingga sidangnya digelar secara tertutup.

Ia menilai pendekatan seperti ini sudah tidak relevan lagi, apalagi jika jabatan yang dipersoalkan adalah jabatan publik.

“Sekarang di seluruh dunia sudah ada lembaga penegak kode etik dengan macam-macam istilah. Kita juga begitu. Kurangnya adalah semua penegakan kode etik di seluruh dunia termasuk di Amerika semua tertutup. Sidangnya semua tertutup. Why? Karena ini masalah yang disebut etik itu masalah privat, jadi selalu dipersepsi karena ini soal privat harus tertutup,” ungkap Jimly.

Ia mendorong sistem etik di Indonesia mengikuti prinsip keterbukaan layaknya peradilan hukum.

Sebagai Ketua DKPP periode pertama, Jimly mengatakan bahwa sistem etik modern harus menjunjung transparansi, independensi, dan netralitas.

“Prinsip peradilan modern itu harus terbuka, transparan, independen, netral. Maka kita punya tidak hanya peradilan di dunia hukum, tapi peradilan di dunia etik juga. Itulah yang saya promosikan perlunya menata sistem etik di Indonesia ini,” jelasnya.

Jimly turut mengkritik beberapa lembaga, termasuk KPK, yang masih menerapkan proses etik secara tertutup.

Menurutnya, kondisi ini justru bertentangan dengan semangat zaman.

"Sudah punya lembaga penegak kode etik tapi semua tertutup, termasuk KPK. KPK itu ada dewas tapi sidangnya tertutup. Yang kemarin tuh saya kritik, dibuka dong, masa orang ribut seluruh dunia sidang kalian tertutup, hanya putusannya saja terakhir diumumkan ke publik. Ini sudah era abad 19, kalau etik masih dianggap masalah privat jangan lihat etiknya tapi jabatan publiknya itu," tandasnya.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved