![]()
Repelita Jakarta - Irjen Pol. (Purn) Aryanto Sutadi selaku Penasihat Ahli Kapolri memberikan pandangan mengenai isu ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo yang tengah ramai dibicarakan di publik.
Ia menilai persoalan ini bukan sekadar dokumen akademik, tetapi berpotensi memicu konflik horizontal serta mengganggu stabilitas nasional.
Aryanto menyampaikan bahwa saat ini Indonesia berada dalam situasi rawan di mana kelompok masyarakat saling dipertentangkan.
“Jangan sampai kita itu terprovokasi dengan berita-berita begini-begini, kemudian kita saling bertentangan. Karena itulah yang dibikin oleh invisible hand, ya, yang ingin menghancurkan negara kita itu,” tegasnya.
Ia melihat adanya indikasi pihak-pihak tertentu yang disebutnya "tangan tak terlihat" berupaya memperkeruh situasi dan melemahkan persatuan bangsa.
“Negara kita itu sekarang lagi diadu-adu, semua diadu. Bu Mega diadu dengan Pak Jokowi, TNI diadu sama Polri, TNI diadu sama jaksa, sama polisi dan sebagainya. Nah, sekarang ini Pak Roy diadu dengan UGM. Kan itu yang terjadi,” jelas Aryanto.
Menurutnya, adu domba antar lembaga negara maupun tokoh nasional merupakan pola nyata dari dinamika isu yang berkembang.
Dalam kasus tuduhan ijazah palsu, Aryanto menyoroti perbedaan metode pembuktian yang menjadi sumber konflik.
Sebagian pihak menggunakan pendekatan digital dan ilmiah, sementara di sisi lain pembuktian secara hukum menjadi dasar yang sah dalam sistem hukum Indonesia.
Perbedaan pendekatan tersebut menyebabkan kebingungan dan kegaduhan di tengah masyarakat.
Aryanto menegaskan penyelesaian sebaiknya melalui jalur hukum, bukan debat terbuka di media massa atau sosial media.
Pembuktian harus mengikuti prinsip legalitas yang sah, termasuk keabsahan barang bukti dan tanggung jawab pembuktian yang ada pada pihak penuduh.
Ia juga mengingatkan jika konflik opini publik terus berlanjut, reputasi institusi negara termasuk Universitas Gadjah Mada yang terseret dalam polemik bisa tercoreng.
Aryanto menyayangkan munculnya narasi negatif di luar negeri yang merugikan citra Indonesia akibat pemberitaan yang belum terbukti secara hukum. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok




