Repelita Jakarta - Sujiwo Tejo, budayawan eksentrik yang dikenal dengan gaya nyentriknya, turut menyampaikan sikap kritis terhadap polemik seputar dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo yang kembali mencuat di tengah masyarakat.
Menurutnya, perdebatan soal ijazah kerap dibesar-besarkan sehingga dapat menyesatkan cara pandang publik dalam menilai kualitas seorang pemimpin.
Ia mengungkapkan keprihatinannya jika rakyat Indonesia terlalu memuja gelar pendidikan semata tanpa mempertimbangkan substansi dan integritas moral dari pemegangnya.
"Aku takutnya rakyat Indonesia jadi memberhalakan ijazah," ujarnya dalam sebuah tayangan diskusi publik.
Sujiwo menyinggung banyak individu yang secara administratif memiliki ijazah sah namun ilmunya tidak merepresentasikan gelar tersebut.
Ia menyebut fenomena ini sebagai "asli tapi palsu", di mana legalitas dokumen tidak menjamin kualitas intelektual seseorang.
"Ada banyak doktor tapi pertanyaannya kayak rakyat jelata. Harusnya kalau betul-betul doktor sudah digembleng 8 tahun metodologi bisa nanya apa pun secara tajam," katanya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa kepemimpinan tidak bisa hanya diukur dari pendidikan formal.
"Pemimpin itu dari universe, bukan dari universitas," tegasnya.
Ia mencontohkan Presiden Soekarno yang mampu membuat keputusan penting meski tidak berlatar belakang ekonomi.
Ia juga menyebut Presiden Jokowi yang menurutnya telah memimpin selama satu dekade dengan segala pencapaiannya, terlepas dari kontroversi seputar ijazah.
"Yang harus diteliti bukan asli atau palsunya ijazah Pak Jokowi tapi kejujuran atau kebohongannya. Itu lebih penting," tegas Sujiwo.
Ia juga mempertanyakan perhatian publik terhadap pihak yang membocorkan informasi penting, seperti petugas perpustakaan yang disebut-sebut menyerahkan salinan skripsi Jokowi.
"Apa kabarnya sekarang petugas perpustakaan itu? Ada yang nanya? Itu tanggung jawab moral kita," ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Sujiwo menilai bahwa keharusan administratif seperti ijazah hanya relevan bagi staf atau pegawai teknis.
Sedangkan untuk seorang pemimpin, yang lebih utama adalah intuisi, pengalaman hidup, dan kemampuan menyerap aspirasi rakyat dari berbagai lapisan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

