Repelita Jakarta - Seminar “Wawasan Pancasila: Antara Fakta Historis dan Hegemoni Politik” digelar di Markaz Syariah Petamburan pada Minggu 1 Juni 2025.
Advokat sekaligus aktivis Munarman mengurai perbedaan fakta historis dengan hegemoni politik yang membentuk narasi Pancasila.
Ia menyebut penetapan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila lebih mencerminkan kepentingan politik ketimbang sejarah murni.
Munarman menyoroti proklamasi 17 Agustus 1945 yang hanya dihadiri kelompok nasionalis sekuler dan Islam tanpa kehadiran golongan kiri atau non-Islam.
Ia menegaskan penculikan Soekarno dan Hatta oleh pemuda kiri di Rengasdengklok membuat proklamasi dibacakan lebih cepat.
Dalam lobi sore 17 Agustus terjadi revisi besar Piagam Jakarta, termasuk penghapusan tujuh kata syariat Islam di Pembukaan UUD 1945.
Pasal 6 yang awalnya mensyaratkan presiden beragama Islam ikut diubah, begitu pula Pasal 29 ayat 1.
Munarman menilai perubahan itu lahir dari tekanan kelompok berhaluan kiri dan tidak melibatkan semua tokoh Islam.
Ia mengusulkan peringatan hari lahir Pancasila dipindah ke 18 Agustus karena saat itu naskah final disahkan.
Menurutnya, pidato Soekarno 1 Juni banyak dipengaruhi ajaran sosialisme Belanda serta doktrin San Min Chu I.
Munarman menyebut kekuatan politik Islam di parlemen merosot drastis dari 44 persen pada 1955 menjadi 12,5 persen pada 2002 akibat hegemoni narasi nasionalis.
Ia menyerukan umat Islam menggali kembali fakta sejarah untuk mematahkan hegemoni dan memperjuangkan keadilan.
Seminar dihadiri sejumlah tokoh seperti Ahmad Yani, Refly Harun, dan Habib Rizq yang ikut berdiskusi soal dinamika Pancasila. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok
