Repelita Kediri - Bandara Dhoho di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tidak lagi melayani penerbangan komersial sejak pertengahan Mei 2025.
Padahal, bandara ini baru mulai beroperasi pada April 2024 dan sempat dipromosikan sebagai alternatif bandara internasional untuk wilayah selatan Jawa Timur.
Penghentian sementara penerbangan disebut karena pesawat maskapai Citilink tengah menjalani perawatan.
Citilink merupakan satu-satunya maskapai komersial yang melayani rute dari Kediri ke Jakarta.
Meskipun operasional bandara tetap berjalan secara administratif, tidak ada satu pun penerbangan komersial yang dijadwalkan hingga akhir Juli 2025.
Namun di balik itu, penyebab utama vakumnya aktivitas penerbangan adalah rendahnya minat penumpang.
Sejak dibuka, Bandara Dhoho hanya melayani dua kali penerbangan per minggu.
Rute lain seperti Balikpapan yang sebelumnya dioperasikan Super Air Jet juga sudah dihentikan.
Di media sosial, keluhan soal harga tiket yang lebih mahal dibanding Bandara Juanda di Surabaya terus bermunculan.
Minimnya rute dan keterbatasan akses membuat bandara ini kurang menarik bagi calon penumpang.
Banyak warga tetap memilih Juanda karena lebih mudah dijangkau dan memiliki jadwal penerbangan yang jauh lebih padat.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, menyebut bahwa maskapai akan menghentikan operasional jika permintaan rendah.
Ia mencontohkan Bandara Banyuwangi yang sukses beroperasi karena didukung sektor pariwisata.
Sebaliknya, Bandara Dhoho belum memiliki dukungan pariwisata yang signifikan dari wilayah sekitarnya.
“Kalau Dhoho ingin berkembang, daerah sekitar seperti Tulungagung, Trenggalek, dan Blitar harus diajak bersinergi mengembangkan potensi wisatanya.
Kalau orang tidak punya alasan kuat ke Kediri, mereka tidak akan terbang ke sana,” kata Djoko.
Selain itu, masalah aksesibilitas juga menjadi hambatan serius.
Hingga kini belum tersedia moda transportasi umum reguler dari kota-kota sekitar menuju Bandara Dhoho.
Ketiadaan angkutan lanjutan membuat calon penumpang berpikir ulang menggunakan bandara ini.
Secara lokasi, Bandara Dhoho juga kalah bersaing dengan Bandara Juanda di Sidoarjo dan Bandara Abdulrachman Saleh di Malang.
Djoko menyarankan agar pemerintah daerah tidak hanya membangun bandara, tapi juga mengembangkan konektivitas dan kawasan pendukungnya.
Hal ini termasuk penyediaan transportasi antarkota dan promosi pariwisata yang lebih serius.
Bandara Dhoho sebenarnya memiliki landasan pacu sepanjang 3.300 meter dan mampu melayani pesawat berbadan lebar.
Namun tanpa dukungan ekosistem transportasi dan pariwisata, bandara ini terancam bernasib serupa dengan Bandara Kertajati yang sempat terbengkalai sebelum dialihkan pengelolaannya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok