Fadli Zon Ogah Minta Maaf! Pernyataannya Soal Pemerkosaan Massal 1998 Bikin Publik Murka

Repelita Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menolak meminta maaf atas pernyataannya yang mempertanyakan bukti pemerkosaan dalam tragedi Mei 1998.

Pernyataan itu memicu kecaman dari banyak pihak, mulai dari pegiat HAM hingga akademisi.

Dalam wawancara yang tayang di YouTube IDN Times pada 10 Juni 2025, Fadli menyatakan bahwa tidak ada bukti kuat yang mendukung klaim adanya pemerkosaan massal, khususnya terhadap perempuan Tionghoa.

Ia mengklaim bahwa istilah massal belum memiliki dasar data yang kokoh dan masih dalam perdebatan akademik.

Saya kira silakan saja berbeda pendapat.

Argumen saya saya jelaskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Saya tidak menegasikan kekerasan seksual, tapi istilah massal perlu kehati-hatian, kata Fadli dari Polandia, Selasa 17 Juni 2025.

Ia menegaskan menolak segala bentuk kekerasan seksual.

Namun, menurutnya, penyebutan istilah massal harus mengacu pada fakta hukum dan kajian ilmiah.

Pernyataan ini langsung ditanggapi keras oleh Amnesty International Indonesia.

Mereka menilai ucapan Fadli sebagai bentuk penyangkalan ganda yang mencederai upaya pengungkapan kebenaran.

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk Presiden BJ Habibie mencatat ada 52 korban pemerkosaan, 14 korban pemerkosaan disertai penganiayaan, serta berbagai bentuk kekerasan seksual lainnya dalam kerusuhan 13 hingga 15 Mei 1998.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas juga mengecam pernyataan Fadli.

Gabungan organisasi dan individu ini menilai pernyataan Fadli sebagai manipulasi sejarah.

Mereka meminta Fadli mencabut ucapannya dan menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan keluarga korban.

Aktivis perempuan menyatakan bahwa penyangkalan seperti ini hanya memperpanjang impunitas dan menambah beban psikologis para korban.

Banyak korban, menurut mereka, masih memilih bungkam karena ketakutan dan stigma sosial. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga