
Repelita Jakarta - Perebutan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara memasuki babak baru setelah Kementerian Dalam Negeri menemukan sejumlah bukti yang dinilai dapat memperkuat posisi permanen atas wilayah tersebut.
Empat pulau yang disengketakan adalah Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa keputusan Menteri Dalam Negeri sebelumnya tidak bersifat absolut.
“Tidak ada keputusan yang tidak bisa diubah atau diperbaiki,” kata Bima dalam konferensi pers di Jakarta, Senin 16 Juni 2025.
Ia menyebutkan bahwa Kemendagri telah menggelar rapat khusus untuk mengevaluasi ulang status kepemilikan empat pulau tersebut.
Proses ini melibatkan pengkajian berbagai aspek, termasuk masukan historis, sosial, dan budaya.
Dalam hasil verifikasi, Kemendagri menemukan novum atau bukti baru yang dianggap signifikan dalam menentukan arah keputusan akhir.
Bima menjelaskan bahwa temuan ini tidak hanya mencakup faktor geografis, melainkan juga sejarah, politik, dan realitas sosial masyarakat setempat.
“Bukti-bukti baru ini sangat penting. Karena bisa menjadi landasan yang kuat yang bisa menentukan keputusan tentang kepemilikan pulau-pulau tadi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa data tersebut akan segera disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang saat ini sedang berada di Singapura bersama Presiden Prabowo Subianto.
Meski belum membeberkan isi bukti secara rinci, Bima memastikan bahwa temuan itu akan menjadi dasar pertimbangan yang vital dalam proses penentuan status wilayah.
Sengketa ini bermula dari keluarnya Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138/2025 yang menetapkan empat pulau itu sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Padahal sebelumnya, keempat pulau tersebut tercatat berada dalam administrasi Pemerintah Provinsi Aceh.
Keputusan itu langsung menuai penolakan dari Pemerintah Provinsi Aceh dan masyarakatnya.
Mereka menilai penetapan tersebut mengabaikan sejarah serta fakta sosial yang telah berlangsung selama ini.
Proses peninjauan kembali ini diharapkan mampu menghasilkan keputusan yang adil dan tidak menimbulkan gejolak baru di tengah masyarakat. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

