Repelita Jakarta - Sutradara film Sayap-sayap Patah, Denny Siregar, menyatakan dukungannya terhadap langkah Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Marthinus Hukom, yang melarang anak buahnya menangkap artis pengguna narkoba.
Ia menyebut kebijakan tersebut merupakan langkah yang tepat.
Menurut Denny, penangkapan artis pemakai narkoba selama ini lebih banyak dijadikan panggung pencitraan aparat ketimbang upaya menghentikan peredaran narkoba.
"Jaman sebelumnya, penangkapan artis cuman dipake buat naikin citra yang nangkep," tulis Denny lewat akun X @Dennysiregar7 pada 29 Juni 2025.
Ia mengapresiasi pendekatan baru yang berfokus pada bandar besar, bukan pengguna yang hanya korban.
“Sekarang fokus ke bandar besar daripada artis. Kalau masih ada narkoba yang beredar di artis, berarti ada bandar yang masih berkeliaran,” tambahnya.
Denny menegaskan bahwa akar dari persoalan narkoba bukan pada artis, melainkan para pengedar dan bandar yang tidak tersentuh.
Sementara itu, pernyataan Kepala BNN soal pelarangan penangkapan artis pengguna narkoba menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat.
Sebagian menilai ini memberi angin segar bagi artis untuk mengonsumsi narkoba secara bebas.
Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Dr. Rahman Syamsuddin, memberikan pandangannya.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut tidak serta merta membebaskan artis dari jeratan hukum.
"Sebagian memahami pernyataan ini sebagai strategi penegakan hukum yang lebih bijak, namun sebagian lainnya justru menyalahartikan bahwa artis kini bebas menggunakan narkoba," ungkapnya pada 29 Juni 2025.
Rahman menekankan bahwa pendekatan baru BNN sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Pasal 54 UU tersebut menyebut pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.
Pasal 55 bahkan mewajibkan keluarga pecandu untuk melaporkan ke lembaga rehabilitasi agar mereka mendapatkan pengobatan.
Pasal 127 ayat (1) menyatakan bahwa penyalahguna narkoba untuk diri sendiri memang bisa dipidana, namun terbuka peluang untuk direhabilitasi jika tidak terlibat jaringan peredaran.
Hal ini ditegaskan pula melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 dan SEMA No. 3 Tahun 2011.
Menurut Rahman, SEMA tersebut memprioritaskan rehabilitasi terhadap pengguna yang tertangkap dengan barang bukti terbatas.
Ia juga menambahkan bahwa aparat penegak hukum tetap harus menindak tegas pelaku yang terlibat dalam jaringan narkoba sesuai ketentuan Pasal 112 hingga 114 UU Narkotika.
Ancaman hukumannya sangat berat, bahkan bisa mencapai hukuman mati.
Rahman mengingatkan bahwa kebijakan BNN jangan sampai dianggap hanya berlaku untuk kalangan artis, sementara masyarakat biasa tetap dipenjara.
Jika itu terjadi, publik bisa menilai ada perlakuan tidak adil dan mencurigai adanya impunitas terselubung.
Ia menegaskan bahwa dalam negara hukum, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.
"Jika artis direhabilitasi, maka masyarakat biasa pun harus mendapat perlakuan serupa," ujarnya.
Rahman mendorong agar pendekatan rehabilitatif dijelaskan secara terbuka ke publik sebagai strategi penyelamatan korban, bukan bentuk pembiaran.
Ia juga mendesak BNN membuka data jumlah pengguna yang direhabilitasi agar tidak ada kesan diskriminatif.
"Perang melawan narkoba bukan hanya soal penangkapan dan pemberitaan, tapi juga pemulihan menyeluruh bagi korban dan masyarakat," tutupnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.