Repelita Jakarta - Isu keaslian ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mencuri perhatian publik.
Kontroversi yang dimulai sejak peluncuran buku "Jokowi Undercover 2: Lelaki Berijazah Palsu" karya Bambang Tri Mulyono itu kini memasuki babak baru.
Pada Senin, 12 Mei 2025, Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis menyampaikan sikap hukum terkait rencana Bareskrim Polri untuk melakukan uji forensik terhadap ijazah Jokowi.
Mereka menilai upaya ini tidak hanya sarat muatan politis, tetapi juga berpotensi membingungkan masyarakat serta berisiko mengkriminalisasi pelapor.
Polemik ini bermula dari laporan yang diajukan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) pada Desember 2024 mengenai dugaan pemalsuan ijazah Jokowi.
Namun, laporan tersebut sempat dibiarkan tanpa tindak lanjut yang jelas selama hampir enam bulan.
Tiba-tiba, setelah Presiden Jokowi melaporkan sejumlah tokoh ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025, Bareskrim mempercepat penanganan laporan tersebut.
Tim Advokasi menegaskan penolakan mereka terhadap uji forensik yang dilakukan secara sepihak.
Mereka menyebut langkah ini tidak memenuhi prinsip transparansi dan keadilan, serta rawan dipolitisasi.
Ahmad Khozinudin, SH, Koordinator Non-Litigasi Tim Advokasi, menyatakan bahwa proses ini lebih bertujuan untuk melindungi Jokowi dan sekaligus menyeret pelapor melalui hasil forensik yang diprediksi akan membenarkan keaslian ijazah tersebut.
Tim Advokasi juga menyampaikan lima poin sikap mereka terkait isu ini.
Pertama, mereka menolak hasil uji forensik yang dianggap sarat dengan kepentingan politik dan tidak dapat dijadikan dasar hukum yang sah.
Kedua, mereka menilai tahapan Dumas dan laporan informasi bukanlah proses hukum yang dapat membuktikan keabsahan ijazah Jokowi.
Ketiga, mereka menilai langkah ini merupakan bentuk politisasi dan upaya kriminalisasi terhadap para pelapor.
Keempat, Tim Advokasi mendesak agar uji forensik dilakukan secara terbuka, melibatkan akademisi, ahli internasional, dan lembaga independen.
Kelima, mereka menuntut transparansi dalam proses penyelidikan ijazah Jokowi demi keadilan hukum dan agar tidak dijadikan alat politik.
Tim Advokasi terdiri dari lebih dari 50 pengacara dan akademisi, termasuk nama-nama besar seperti Petrus Salestinus, SH, Ahmad Khozinudin, SH, Dr. Abraham Samad, mantan Ketua KPK, Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal, dan lainnya.
Pernyataan Tim Advokasi ini menambah ketegangan dalam kontroversi seputar ijazah Jokowi, dengan harapan bahwa proses hukum akan berjalan transparan dan tidak terpolitisasi.
Editor: 91224 R-ID Elok