Repelita Jakarta - Komisaris PT Pelni, Dede Budhyarto, menyindir sikap Roy Suryo dan rekan-rekannya yang menolak hasil uji forensik atas ijazah milik Joko Widodo yang dilakukan oleh Bareskrim Polri.
Melalui unggahan di akun media sosial miliknya, Dede menduga bahwa penolakan tersebut merupakan bentuk penghindaran dari proses forensik yang resmi.
Ia menuliskan bahwa kelompok tersebut menginginkan uji dilakukan di luar negeri, bahkan secara sarkastik menyebut mereka bisa saja meminta uji dilakukan di markas CIA atau bahkan Kutub Utara.
“Gerombolan itu pengen uji forensik di Singapura. Ntar ngeles lagi pengen uji forensik di markas CIA. Ndak percaya lagi minta forensik di kutub utara,” tulisnya.
Ia juga menyebut kelompok Roy Suryo sebagai para pecundang.
"Begitulah kelakuan para pecundang," tulisnya.
Sebelumnya, Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis menyampaikan penolakan atas hasil uji laboratorium forensik terhadap ijazah Jokowi yang dilakukan oleh Bareskrim.
Tim ini mewakili sejumlah tokoh seperti Dr Roy Suryo, Dr Rismon Hasiholan Sianipar, Rizal Fadillah SH, Dr Tifauzia Tyassuma, Kurnia Tri Royani, dan Prof Egi Sudjana.
Pernyataan mereka disampaikan dalam konferensi pers yang ditayangkan melalui kanal YouTube.
Meski hasil uji tersebut belum dirilis secara resmi, perwakilan tim, Ahmad Khozinudin, menyebut pihaknya telah memiliki alasan kuat untuk menolak hasilnya.
Ahmad yang menjabat sebagai Koordinator Nonlitigasi dari tim tersebut menyatakan bahwa proses uji forensik yang dilakukan Bareskrim berlangsung tidak imparsial.
Ia menyoroti bahwa tindakan cepat dari Bareskrim muncul setelah klien mereka dilaporkan oleh Joko Widodo ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik.
Menurutnya, penyelidikan yang disebut telah mencapai 90 persen itu menimbulkan kecurigaan karena dianggap memiliki tujuan politis.
Ahmad juga mengkritik bahwa proses tersebut tidak menjunjung prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Ia menilai langkah itu lebih condong pada upaya membenarkan keaslian ijazah Jokowi, bukan mengungkap fakta sebenarnya.
Ia pun menegaskan bahwa laporan masyarakat yang ditindaklanjuti melalui informasi intelijen seharusnya belum dikategorikan sebagai proses hukum substantif.
Editor: 91224 R-ID Elok