
Repelita Tangerang Selatan - Sengketa kepemilikan tanah antara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan organisasi masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya kembali memanas.
Perselisihan terjadi di kawasan Pondok Betung, Pondok Aren, saat perwakilan BMKG mendatangi lokasi yang kini dikuasai GRIB Jaya.
Kedatangan BMKG mulanya berlangsung tenang, namun kemudian berubah menjadi perdebatan sengit.
Kedua belah pihak terlibat adu argumen terkait legalitas penguasaan lahan.
Seorang perwakilan GRIB Jaya bernama Hika, yang mengaku sebagai kuasa hukum ahli waris, menegaskan bahwa lahan hanya akan diserahkan jika eksekusi dilakukan sesuai aturan hukum.
Ia menyatakan bahwa pengambilalihan tanah harus melalui proses pengadilan yang sah, ditandai dengan surat perintah eksekusi yang dibacakan oleh juru sita.
Hika mempertanyakan jika tanpa dasar hukum yang jelas, maka tindakan BMKG bisa dianggap sebagai tindakan premanisme.
Ia mengingatkan bahwa tanpa legalitas resmi, pengosongan paksa hanya akan memicu konflik yang lebih besar.
Sementara itu, pihak BMKG memilih untuk tidak memberikan tanggapan panjang.
Mereka hanya menyimak penyampaian dari GRIB Jaya dan ahli waris tanpa menjawab dengan tegas.
Di lokasi lahan yang disengketakan, tampak pagar beton setinggi dua meter mengelilingi area seluas lebih dari 12 hektar.
Pagar itu dipasangi kawat di bagian atas, sementara tiga bendera GRIB Jaya berkibar di tengah area tersebut.
Tidak jauh dari pintu masuk, sebuah plang milik Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa lahan tengah dalam proses penyelidikan hukum.
Plang itu mencantumkan nomor laporan polisi dan surat perintah penyelidikan, menandakan status hukum yang belum tuntas.
Tepat di sampingnya, GRIB Jaya memasang banner berisi klaim bahwa lahan merupakan milik ahli waris berdasarkan putusan Mahkamah Agung.
Banner juga mencantumkan bahwa area tersebut berada di bawah pengawasan tim hukum dan DPP GRIB Jaya.
Isinya melarang siapapun mengambil alih atau mengelola tanah tanpa putusan resmi dari pengadilan.
Sekitar tiga meter dari banner tersebut, terlihat plang milik BMKG yang sebagian tertutup pagar.
Di plang itu tertulis bahwa lahan merupakan milik negara yang sah secara hukum, dilengkapi Sertifikat Hak Pakai Tahun 2003.
BMKG juga mengacu pada keputusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang menguatkan klaim institusi tersebut.
Di sisi lain, BMKG telah melaporkan kasus pendudukan lahan ini ke Polda Metro Jaya.
Mereka meminta perlindungan terhadap aset negara yang digunakan secara sepihak oleh pihak yang mengaku ahli waris.
Dalam surat permohonan resmi, BMKG menyatakan bahwa gangguan dari kelompok tersebut sudah terjadi selama hampir dua tahun.
Akibatnya, pembangunan gedung arsip BMKG yang dimulai pada akhir 2023 mengalami hambatan serius.
Pihak ormas diduga telah menghentikan pekerjaan konstruksi, memaksa alat berat keluar dari lokasi, serta menutup papan proyek dengan klaim kepemilikan ahli waris.
BMKG menegaskan bahwa tindakan tersebut telah mengganggu proyek strategis pemerintah dan membutuhkan penanganan segera dari aparat penegak hukum.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

