
Repelita Jakarta – Wacana penggabungan Badan Intelijen Strategis (BAIS) milik TNI dengan Badan Intelijen Negara (BIN) menuai kritik tajam dari sejumlah pihak.
Mantan Kepala BAIS, Laksamana Muda (Purn) TNI Soleman B. Ponto, menilai rencana tersebut berpotensi membahayakan keamanan negara.
Menurutnya, BAIS memiliki data intelijen militer yang sangat sensitif dan tidak boleh diakses oleh pihak lain.
Jika BAIS digabung dengan BIN, ada risiko kebocoran informasi strategis yang dapat dimanfaatkan oleh pihak asing.
Soleman menegaskan bahwa BAIS dan BIN memiliki fungsi yang berbeda meskipun keduanya bergerak di bidang intelijen.
BAIS fokus pada intelijen militer, sedangkan BIN menangani intelijen sipil dan domestik.
Ia membandingkan kedua lembaga tersebut seperti kutub utara dan kutub selatan yang tidak bisa digabungkan.
Soleman juga menekankan bahwa pemisahan BAIS dan BIN sudah sesuai dengan amanat konstitusi dan kebutuhan pertahanan negara.
Di sisi lain, Direktur Pusat Riset Politik, Hukum, dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam, berpendapat bahwa penggabungan kedua lembaga tersebut dapat meningkatkan efisiensi anggaran dan memperkuat pertahanan negara.
Ia menilai bahwa dengan menyatukan BAIS dan BIN, negara dapat mengoptimalkan fungsi intelijen dalam menghadapi berbagai ancaman.
Saiful menambahkan bahwa penggabungan ini juga dapat mengurangi tumpang tindih kewenangan antara kedua lembaga tersebut.
Namun, ia menyadari bahwa ada perbedaan pandangan terkait hal ini dan perlu dilakukan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan.
Debat publik mengenai rencana penggabungan BAIS dan BIN mencerminkan pentingnya menjaga keseimbangan antara efisiensi dan keamanan dalam sistem intelijen negara.
Keputusan terkait hal ini harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk dampak terhadap struktur pertahanan dan keamanan nasional.
Editor: 91224 R-ID Elok

