
Repelita Jakarta - Hasil forensik dari Kepolisian bukanlah satu-satunya acuan dalam menentukan keabsahan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, menegaskan bahwa pembuktian dalam kasus tersebut dapat melibatkan berbagai sumber.
Menurutnya, walaupun Universitas Gadjah Mada telah menyampaikan keterangan secara formal, proses pembuktian materiil masih terbuka.
Ia menyebut hasil forensik dari Bareskrim Polri bukanlah bukti tunggal yang harus diterima.
Jika pihak penggugat merasa keberatan, mereka berhak mengajukan hasil pembanding.
“Jika Bang Roy dan rekan-rekannya menolak hasil Bareskrim, mereka bisa mengajukan kontra pembuktian,” jelas Hibnu.
Ia menambahkan bahwa dalam praktik hukum, bukti forensik dapat berasal dari pelapor, tidak hanya dari pihak penegak hukum.
“Seperti visum dokter dari pihak korban yang berbeda dengan visum resmi dari polisi,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan majelis hakim.
Selama hakim dapat diyakinkan oleh alat bukti yang disampaikan, maka proses hukum tetap bisa berjalan.
“Alasan forensik muncul justru karena adanya keraguan. Dan untuk menjawab keraguan itu, bisa saja ada pembanding lain,” ujarnya.
Ia mengatakan hasil forensik adalah pelengkap dalam membentuk keyakinan hakim terhadap kebenaran suatu perkara.
Dengan demikian, tanggung jawab hakim sangat besar dalam menilai keabsahan bukti-bukti tersebut.
“Ini tanggung jawab berat bagi hakim untuk benar-benar menelaah bukti yang ada,” tegas Hibnu.
Pernyataan ini disampaikan menjelang pengumuman hasil forensik oleh Bareskrim Polri.
Hasil pemeriksaan tersebut diumumkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro.
Ia menjelaskan bahwa elemen-elemen seperti pengaman kertas, teknik cetak, tinta tulisan tangan, serta cap dan tanda tangan pejabat kampus menunjukkan kesamaan dengan dokumen pembanding.
“Semua elemen itu identik, berasal dari satu produk yang sama,” ungkapnya dalam konferensi pers.
Sementara itu, pengacara Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, menyampaikan kritik terhadap hasil pemeriksaan tersebut.
Ia menilai hasil forensik dari Bareskrim tidak memiliki nilai pembuktian yang cukup.
“Kasihan juga sebenarnya Bareskrim, karena hasil itu hanya cukup untuk menghentikan penyidikan, tidak lebih,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa jika proses hukum berlanjut di Polda, maka bukti yang kuat harus diproses dan disita langsung oleh penyidik di sana.
“Barang bukti harus berada di tangan penyidik. Nanti baru diserahkan ke kejaksaan untuk dibawa ke persidangan,” jelasnya.
Dalam persidangan nanti, pihaknya berencana menghadirkan saksi, ahli, serta melakukan pembuktian tambahan.
“Kita butuh bukti, bukan narasi. Saya sendiri berharap Polda Banten melakukan proses lebih dalam,” ucapnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

