
Repelita Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menegaskan bahwa kabar mengenai ijazah palsu Presiden Joko Widodo adalah tidak benar.
Kominfo menyatakan bahwa informasi yang beredar di media sosial terkait hasil sidang yang disebut membuktikan ijazah Jokowi palsu merupakan hoaks.
Presiden Jokowi pun telah menempuh langkah hukum dengan melaporkan para penyebar isu tersebut ke Polda Metro Jaya.
Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk penegasan bahwa tuduhan tak berdasar tidak akan dibiarkan berkembang.
Praktisi hukum Prof Henry Indraguna menjelaskan bahwa isu keaslian ijazah Presiden sudah terlanjur menyita perhatian publik.
Sebagian masyarakat mempertanyakan keabsahannya, namun ada juga yang menilai isu ini sarat muatan politik.
Henry menyampaikan bahwa ia telah melakukan kajian menyeluruh dari sisi hukum untuk menganalisis validitas ijazah tersebut.
Menurutnya, kajian dilakukan guna menilai relevansi hukum, prosedur verifikasi, dan kemungkinan dampak hukumnya.
Henry menambahkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU), calon presiden wajib melampirkan dokumen administratif sebagai syarat pencalonan.
Dokumen itu mencakup fotokopi ijazah SD hingga SMA yang dilegalisasi, surat dari pengadilan yang membuktikan tidak pernah terlibat tindak kriminal berat, serta pernyataan tidak pernah dihukum lima tahun atau lebih.
Ia menegaskan, apabila dokumen ijazah terbukti tidak sah, maka secara hukum dapat menggugurkan pencalonan dan berpotensi menimbulkan konsekuensi pidana.
KPU memiliki wewenang untuk melakukan verifikasi atas seluruh dokumen yang diajukan oleh calon presiden.
Verifikasi tersebut dilakukan melalui pengecekan keaslian berkas, konfirmasi ke lembaga pendidikan, hingga uji publik agar masyarakat bisa menyampaikan keberatan.
Dalam kasus Jokowi, KPU telah memastikan bahwa ijazah yang digunakan valid dan sesuai dengan prosedur, termasuk ijazah dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Jika terdapat tuduhan pemalsuan, beban pembuktian berada pada pihak penuduh.
Pelapor dapat menempuh jalur hukum melalui kepolisian, Bawaslu, atau Mahkamah Konstitusi apabila terkait hasil pemilu.
Namun jika tuduhan tersebut tidak terbukti, maka pelapor dapat dikenai sanksi pidana karena menyebarkan informasi bohong atau mencemarkan nama baik.
Contoh kasus serupa pernah terjadi ketika gugatan terhadap ijazah Jokowi diajukan ke pengadilan, namun ditolak karena tidak disertai bukti yang cukup.
Henry menyebutkan bahwa UGM, tempat Jokowi menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, telah memberikan klarifikasi resmi bahwa ijazah dan skripsi milik Jokowi adalah otentik.
UGM menjelaskan bahwa Jokowi terdaftar sebagai mahasiswa pada tahun 1980 dan menyelesaikan studi pada 1985.
Dokumen akademik seperti skripsi dan nilai kuliah masih tersimpan lengkap di arsip universitas.
Berdasarkan penjelasan UGM dan langkah hukum yang sudah ditempuh Presiden Jokowi, Henry menyimpulkan bahwa ijazah tersebut adalah asli.
Ia juga menegaskan bahwa KPU dan lembaga terkait telah melakukan verifikasi dan menyatakan dokumen itu sah secara hukum.
Menurutnya, apabila tetap ada pihak yang meragukan, maka mekanisme hukum terbuka, namun harus disertai pembuktian kuat.
“Menentukan ijazah asli atau palsu itu mudah.
Pihak yang mengeluarkanlah yang berwenang menyatakan keasliannya, dalam hal ini UGM.
Bukan pihak lain, dan bukan juga laboratorium forensik,” ujar Henry.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

