
Repelita Cirebon - Ketua Kagama Cirebon Raya, Heru Subagia, menyampaikan bahwa pihaknya tidak hanya membahas ihwal ijazah Presiden ke-7, tetapi juga menyoroti sejumlah agenda penting terkait kebijakan ekonomi dan budaya.
Ia menekankan perlunya pengawasan serta aturan yang ketat terhadap aktivitas ekonomi di desa.
Menurutnya, struktur usaha di kawasan tersebut kerap didominasi oleh satu pihak saja, sehingga menciptakan praktik usaha yang bersifat monopoli.
Heru mengungkapkan, Kagama Cirebon telah menawarkan solusi yang bersifat membangun guna menyikapi dominasi koperasi desa terhadap barang-barang kebutuhan dasar masyarakat.
“Kagama Cirebon memberikan solusi konstruktif berkaitan dengan legalitas koperasi desa yang notabene monopoli usaha yang menyangkut produk yang menjadi kebutuhan dasar,” katanya.
Ia juga menyoroti perlunya pengawasan terhadap para pelaku UMKM yang telah mengembangkan bisnis secara mandiri agar tidak tersingkir oleh sistem monopoli.
Lebih jauh, Heru menyatakan koperasi desa perlu beradaptasi dengan kemajuan zaman melalui digitalisasi.
Ia menilai sistem digital akan meningkatkan keterbukaan serta membuat pengelolaan usaha lebih efisien.
“Kagama menyarankan dua hal prinsip, yakni bagaimana koperasi desa harus membangun sistem integrasi digitalisasi.
Semua laporan penjualan, SDM, manajemen stok, ada di dalam integrasi sistem,” ujar Heru.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya pembaruan regulasi agar tidak terjadi penekanan terhadap pelaku usaha kecil oleh koperasi berskala besar.
“Kagama Cirebon menyarankan regulasi ulang berkaitan dengan monopoli dan penetrasi pasar.
Ini perlu dicerna agar pelaku UMKM tidak terlindas ekosistem koperasi desa yang sangat monopolistik,” tambahnya.
Selain urusan ekonomi, Heru juga menyinggung persoalan budaya.
Ia mengatakan Kagama memberi perhatian besar terhadap upaya pelestarian situs sejarah dan warisan budaya yang bisa dijadikan simbol nasional.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah makam Mahgondowati, pejuang perempuan dari barisan Pangeran Diponegoro.
Makam tersebut terletak di kawasan Borobudur dan dinilai layak untuk direvitalisasi.
Usulan revitalisasi ini sudah diajukan kepada Presiden Jokowi dan, menurut Heru, mendapat tanggapan yang positif.
“Kondisi itu sudah dilaporkan ke Pak Jokowi dan positif untuk direvitalisasi.
Agar situs seperti ini penting dijadikan ikon budaya lokal.
Jadi monumental Nusantara,” ujarnya.
Di sisi lain, Heru juga menyinggung persoalan budaya lokal di Cirebon.
Ia menyoroti situasi internal Kesultanan yang dinilainya semakin tidak menentu akibat konflik berkepanjangan.
“Ada konflik yang membuat peta kesultanan di Cirebon semakin tidak terukur dan liar,” tutupnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

