Repelita Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menyoroti penanganan berbeda atas laporan ijazah Presiden Joko Widodo yang berpotensi menimbulkan kesan tidak adil di mata masyarakat.
Jimly mengkritisi keputusan Bareskrim yang menghentikan penyelidikan laporan dugaan ijazah palsu, sementara laporan balik Jokowi terhadap pelapornya tetap diproses.
Ia menilai ketimpangan ini bisa memicu persepsi publik bahwa hukum tidak ditegakkan secara seimbang.
Menurut Jimly, penyelesaian persoalan ini tidak semata-mata soal benar dan salah, melainkan juga harus mempertimbangkan sisi etis dan keadilan publik.
“Bukan hanya soal menang dan kalah, benar atau salah. Tapi juga baik dan buruk harus diperhatikan,” ujarnya saat ditemui di Kampus Slamet Riyadi, Solo.
Ia menilai seharusnya kedua laporan diproses setara oleh penegak hukum, bukan salah satu dihentikan dan yang lain dilanjutkan.
“Kalau satu distop dan satu lagi jalan terus, masyarakat tentu merasa ada ketimpangan. Padahal yang menentukan bukan polisi, tapi pengadilan. Polisi hanya memproses,” tambahnya.
Jimly juga menyebut langkah Bareskrim menghentikan penyelidikan tidak mencerminkan kebijaksanaan.
Namun di sisi lain, ia mengaku turut memahami tekanan yang dialami Jokowi sebagai pribadi.
“Bareskrim tidak bijaksana. Tapi di sisi lain Jokowi juga patut dikasihani. Ada batas kesabaran manusia,” katanya.
Meski demikian, ia menekankan bahwa pemidanaan bukan solusi yang menyelesaikan masalah secara menyeluruh.
Ia mencontohkan kasus Bambang Tri yang justru menjadi semakin ekstrem akibat proses hukum yang berjalan.
Karenanya, Jimly menyarankan agar sengketa ini diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai jalur yang lebih tepat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

