Repelita Jakarta - Indonesia berada di wilayah Cincin Api Pasifik yang menyebabkan kerentanan tinggi terhadap gempa bumi dan tsunami.
Salah satu ancaman utama bagi masyarakat pesisir adalah potensi terjadinya gempa megathrust.
Risiko gempa megathrust di Indonesia masih sangat besar dan hanya tinggal menunggu waktu sebelum gempa dahsyat itu terjadi.
Namun, hingga saat ini belum ada yang dapat memastikan kapan gempa tersebut akan melanda.
Salah satu segmen megathrust yang paling berbahaya berada di bagian Selatan Jawa, dengan dampak yang bisa menjangkau hingga Selat Sunda.
Selain itu, segmen di Sumatera juga memiliki potensi memicu gempa yang menyebar ke Selat Sunda, yang dikenal dengan nama Segmen Enggano.
Segmen Selatan Jawa Barat yang memanjang hingga Selat Sunda akan menimbulkan dampak besar jika energi yang terkunci di zona subduksi dilepaskan.
Energi ini terus bertambah sejak lama hingga mencapai titik pelepasan yang menyebabkan gempa besar.
Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, menjelaskan bahwa ketika energi ini lepas secara mendadak, getaran yang sangat kuat akan terjadi.
Gempa dengan magnitudo hingga 8,7 dapat terjadi jika pelepasan energi berlangsung sekaligus.
Guncangan besar tersebut berpotensi memicu perpindahan air laut yang menyebabkan gelombang tsunami menyebar ke berbagai arah dan mencapai daratan.
Tinggi tsunami diperkirakan bisa mencapai 20 meter dan memberikan dampak luas tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga wilayah pesisir seperti Banten, Lampung, bahkan sampai Jakarta.
Rahma menyatakan bahwa seluruh pesisir Banten akan terdampak, meskipun dengan ketinggian tsunami yang berbeda-beda.
Apabila segmen Megathrust di Selatan Jawa, khususnya wilayah Pangandaran, pecah, tsunami dengan ketinggian sekitar 20 meter akan terjadi.
Gelombang tsunami akan menyebar hingga Selat Sunda, mengenai pesisir Banten dan Lampung.
Di pesisir Banten, tinggi tsunami diperkirakan antara 4 hingga 8 meter, sementara Lampung yang menghadap Selat Sunda akan terdampak secara menyeluruh.
Untuk wilayah Jakarta, tsunami diperkirakan akan mencapai ketinggian antara 1 sampai 1,8 meter di pesisir utara.
Waktu tiba tsunami di Jakarta diperkirakan sekitar 2,5 jam setelah gempa terjadi.
Daerah pesisir utara Jakarta menjadi wilayah yang paling berpotensi terkena dampak tsunami ini.
Wilayah Jawa bagian selatan akan merasakan tsunami lebih cepat, yaitu sekitar 40 menit, dan di Lebak hanya 18 menit setelah gempa.
BRIN mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap potensi gempa megathrust yang dapat menimbulkan dampak besar.
Selain kematian dan cedera, gempa ini juga dapat merusak infrastruktur, lingkungan, sosial ekonomi, dan layanan dasar.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menambahkan bahwa Jakarta berpotensi menerima guncangan besar akibat kondisi tanahnya yang lunak.
Tanah lunak membuat getaran gempa menjadi lebih kuat karena tidak mampu menahan gelombang getaran dengan baik.
Meski jarak gempa jauh, guncangan di daerah dengan tanah lunak seperti Jakarta bisa meningkat kekuatannya.
Sebaliknya, pesisir selatan Jawa memiliki tanah yang lebih keras sehingga guncangan gempa cenderung lebih rendah.
Contohnya di Pelabuhan Ratu yang dekat dengan episentrum gempa, guncangannya relatif lebih lemah dibanding Jakarta.
Getaran gempa akan mereda saat melewati material keras dan menguat kembali di tanah yang lunak, sehingga pola ini berulang di sepanjang jalur gempa.
Menurut data Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, terdapat 13 segmen megathrust utama yang mengancam Indonesia.
Segmen tersebut antara lain Mentawai-Pagai, Enggano, Selat Sunda, Jawa Barat-Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumba, Aceh-Andaman, Nias-Simelue, Batu, Mentawai-Siberut, Sulawesi Utara, Filipina, dan Papua.
Masing-masing segmen memiliki potensi gempa dengan magnitudo antara 7,8 hingga 9,2.
Segmen Aceh-Andaman memiliki potensi gempa terbesar hingga magnitudo 9,2.
Segmen-segmen lain berpotensi memicu gempa besar antara magnitudo 8,2 hingga 8,9.
Ancaman gempa megathrust ini menuntut kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah di seluruh wilayah rawan bencana. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok