Repelita Jakarta - Wakil Presiden Filipina, Sara Duterte, mengungkapkan kemarahan atas penangkapan ayahnya, mantan Presiden Rodrigo Duterte, yang dilakukan berdasarkan surat perintah dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Penangkapan tersebut terjadi di Manila setelah ICC mengirimkan surat perintah kepada Interpol.
Sara Duterte menyebut penangkapan tersebut sebagai bentuk "penindasan dan persekusi." Ia menuduh pemerintah Filipina telah tunduk pada kekuatan asing dan melanggar kedaulatan negaranya sendiri.
"Hari ini, pemerintah kita sendiri telah menyerahkan seorang warga negara Filipina, bahkan seorang mantan presiden, kepada kekuatan asing. Ini adalah penghinaan terhadap kedaulatan sekaligus penghinaan terhadap seluruh warga Filipina yang percaya pada kemerdekaan," kata Sara Duterte, seperti dikutip dari Rappler, Selasa (11/3/2025).
Sara Duterte mengklaim bahwa saat ayahnya ditangkap di Bandara Internasional Ninoy Aquino Manila, Rodrigo Duterte tidak diberikan hak-haknya sesuai dengan hukum yang berlaku. Ia menuduh bahwa pemerintah Filipina sedang berusaha mengekstradisi ayahnya ke markas ICC di Den Haag, Belanda.
"Sejak ditahan pagi ini, beliau tidak ditemui oleh otoritas hukum yang relevan untuk menyatakan hak-haknya dan memberinya keringanan sesuai hukum. Saat saya menulis ini, beliau sedang dibawa secara paksa ke Den Haag malam ini," ujar Sara Duterte.
Rodrigo Duterte ditangkap di bandara setelah menghadiri acara kampanye bersama pekerja migran Filipina di Hong Kong. Penangkapan tersebut dilakukan setelah Filipina menerima surat perintah penangkapan dari ICC melalui Interpol.
Filipina sendiri bukan anggota ICC, karena Rodrigo Duterte memutuskan menarik negaranya dari Statuta Roma pada 2019. Namun, kebijakan ICC dapat tetap dijalankan di Manila karena bekerja sama dengan Interpol.
Surat perintah penangkapan Duterte dikeluarkan menyusul investigasi panjang ICC terhadap perang narkoba yang dilancarkan pada masa kepemimpinan Duterte. Mantan presiden Filipina tersebut dijerat dengan tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Perang narkoba yang dilakukan rezim Duterte menyebabkan banyak pembunuhan ekstrayudisial, yang turut menelan korban dari warga sipil yang tak bersalah. Lembaga hak asasi manusia memperkirakan korban tewas akibat perang narkoba tersebut mencapai sekitar 30.000 orang.
Penangkapan Rodrigo Duterte semakin memperburuk situasi politik keluarga dinasti Duterte. Sebelumnya, Wapres Sara Duterte tengah menghadapi upaya pemakzulan oleh DPR Filipina.
Sara Duterte menuduh bahwa pemakzulannya serta penangkapan ayahnya penuh dengan kepentingan politik. Ia menuduh pemerintah yang dipimpin Presiden Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr. telah mengkhianati bangsa Filipina.
"Tindakan ini menunjukkan kepada dunia bahwa pemerintah ini bersedia meninggalkan warga negaranya sendiri dan mengkhianati arti kedaulatan serta martabat nasional," tegas Sara Duterte. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok