Repelita Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui komisi terkait diminta untuk membuka ke publik draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Transparansi ini dinilai penting guna menghindari multitafsir dalam pembahasan RKUHAP yang tengah digodok di parlemen.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Prof. Pujiono Suwadi menegaskan bahwa keterbukaan draf RKUHAP akan memungkinkan berbagai pihak, termasuk wartawan, masyarakat sipil, dan akademisi, untuk terlibat dalam pembahasannya.
“Buka, menurut saya, rancangan KUHAP yang sekarang di DPR. Biar teman-teman wartawan bisa terlibat, civil society bisa terlibat, kaum akademisi bisa terlibat,” ujar Pujiono dalam diskusi Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) bertajuk "Mewujudkan KUHAP yang Selaras dengan KUHP: Tantangan dan Solusi" di Menteng, Jakarta Pusat.
Ia menyoroti Pasal 139 dalam draf RKUHAP yang banyak disalahpahami, terutama terkait asas Dominus Litis. Istilah hukum ini merujuk pada pihak yang memiliki wewenang untuk menentukan apakah suatu perkara layak dilanjutkan atau dihentikan dalam proses peradilan.
“Dominus Litis bukan hal baru, tapi itu perwujudan dari asas hukum oportunitas di Pasal 139 KUHAP. Itu jelas bahwa jaksa adalah pengendali perkara, bisa membawa atau tidak membawa kasus ke pengadilan,” jelasnya.
Pujiono menampik anggapan bahwa asas tersebut akan mengurangi kewenangan penyidik kepolisian. “Problemnya adalah, apakah kemudian asas oportunitas ini akan mengambil kewenangan penyidik? Jawabannya tidak,” tegasnya.
Menurutnya, jika draf RKUHAP dibuka ke publik, diskusi yang muncul akan lebih produktif dan dapat menghindari kesalahpahaman terhadap revisi KUHAP.
“Oleh karena itu, menurut saya penting untuk diskusi keilmuan di publik dibuka seluas-luasnya. Yang kita bahas hari-hari, kan kita ngomongin kemungkinan-kemungkinan. Padahal draftnya enggak ada,” ucapnya.
Ia juga mendorong DPR, khususnya Komisi III, untuk lebih terbuka dalam pembahasan RKUHAP.
“Kita juga dorong nih kepada DPR Komisi III untuk membuka seluas-luasnya. Dan itu sekali lagi bukan untuk kepentingan kita 1-2 tahun ke depan, tapi untuk anak cucu kita ke depan, bahwa KUHAP kita ke depan itu harus menjamin KUHP kita berjalan,” tandasnya.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok