Repelita Jakarta - Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, mengungkapkan kekhawatiran terhadap kondisi demokrasi di Indonesia yang dinilainya mengalami kemunduran. Ia menyoroti meningkatnya intimidasi, ancaman kriminalisasi, dan upaya pembungkaman terhadap aktivis, seniman, akademisi, serta jurnalis.
“Kebebasan berpendapat dan berekspresi semakin terancam. Beberapa kasus menunjukkan penggunaan pasal-pasal karet untuk menekan suara-suara kritis dan menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat sipil,” ujar Fathul dalam pernyataan resminya.
Ia juga menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai sering tergesa-gesa, minim transparansi, dan kurang melibatkan partisipasi publik. Menurutnya, kebijakan yang tidak berbasis data dan pendekatan ilmiah justru memperparah permasalahan yang ada, bukannya menawarkan solusi yang efektif.
“Kami melihat maraknya kasus korupsi yang tidak ditangani dengan tegas, serta adanya narasi yang mengaburkan fakta, sehingga masyarakat sulit mendapatkan informasi yang jujur dan terbuka,” tambahnya.
Fathul Wahid juga mengkritik langkah efisiensi pemerintah yang menurutnya sering kali berdampak negatif terhadap kualitas pelayanan publik, termasuk di sektor pendidikan. Ia juga menyoroti gaya hidup dan sikap sejumlah pejabat negara yang dinilai kurang menunjukkan empati terhadap rakyat.
Merespons berbagai permasalahan tersebut, Universitas Islam Indonesia (UII) menyampaikan enam poin sikap dan tuntutan kepada pemerintah:
Membuka ruang demokrasi
Pemerintah didesak untuk menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi serta melindungi aktivis, seniman, akademisi, dan jurnalis dari ancaman kriminalisasi dan intimidasi.
Kebijakan berbasis data dan ilmu pengetahuan
Setiap kebijakan harus didasarkan pada data yang valid dan pendekatan ilmiah agar tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan rakyat.
Pemberantasan korupsi yang serius dan transparan
Pemerintah diminta untuk menegakkan hukum secara tegas, transparan, dan tidak pandang bulu, memperkuat lembaga antikorupsi, serta menghentikan narasi yang mengaburkan praktik korupsi.
Efisiensi yang tidak mengorbankan rakyat
Pemerintah harus memastikan bahwa efisiensi dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas tanpa mengorbankan pelayanan publik dan program sosial yang berdampak langsung bagi masyarakat kecil.
Pejabat negara harus menjadi teladan
Pejabat negara diminta untuk menjaga tutur kata, sikap, dan gaya hidup yang mencerminkan empati terhadap kondisi rakyat, demi membangun kepercayaan publik.
Masyarakat sipil harus tetap kritis
UII mengajak seluruh masyarakat untuk tidak apatis dan terus berperan aktif dalam mengawasi kebijakan pemerintah serta memberikan kritik yang konstruktif demi mewujudkan demokrasi yang sehat.
Fathul menegaskan bahwa masyarakat sipil memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi agar tidak semakin tergerus.
“Demokrasi yang sehat harus melibatkan partisipasi aktif rakyatnya. Jika dibiarkan, penyimpangan akan semakin meluas dan berdampak buruk bagi masa depan bangsa,” pungkasnya.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok