Repelita Jakarta - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, curiga jika kasus PIK-2 kini masuk angin. Ia menduga bahwa penanganan kasus ini sengaja diperlambat dan bahwa pengembang akan dianggap sebagai korban. Ungkapan tersebut disampaikan Said Didu dalam unggahan di akun X pribadinya, @msaid_didu, Sabtu (15/2/2025).
Menurut Said Didu, ada kemungkinan sedang terjadi negosiasi terkait "jatah" antara penguasa baru dan oligarki, yang membuat penanganan kasus ini lamban dan tidak menyentuh pihak-pihak yang berkuasa. Bahkan, Said Didu mencurigai bahwa kasus ini sengaja diarahkan agar pengembang PIK-2 dianggap sebagai korban.
"Sangat patut diduga dlm kasus PIK-2, sedang terjadi RENEGOSIASI 'jatah' antara penguasa baru dg Oligarki serta untuk melindungi penguasa lama, maka penahanan kasus PIK-2 dibuat lamban, melimpir, dan tidak menyentuh Oligarki. Bahkan diarahkan bhw pengembang PIK-2 adalah korban," tulis Said Didu.
Komentar tersebut mendapatkan beragam tanggapan dari netizen. Beberapa pengguna X menanggapi dengan sinis, sementara yang lainnya menyuarakan kekhawatiran terkait keberlanjutan kasus tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, sebelumnya meminta Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, untuk segera mengungkap pelaku pemagaran laut di Tangerang. Alex mengingatkan bahwa KKP telah menyegel pagar laut tersebut, dan seharusnya pelaku sudah diketahui.
"Karena dia sudah menyegel. Lain lagi cerita yang Pak Prabowo (Presiden Prabowo Subianto) memerintahkan membongkar gitu loh. Tetapi KKP sudah menyegel. Oleh karena sudah menyegel, berarti harus mengungkap siapa pelakunya," kata Alex dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Alex juga menegaskan bahwa Menteri Sakti harus bertanggung jawab atas sanksi administratif terhadap pelaku dan menuntut kejelasan tentang siapa yang harus dikenakan denda tersebut.
Sebelumnya, Menteri Sakti menjelaskan bahwa pihaknya masih menyelidiki pemilik pagar laut di Tangerang yang menimbulkan keresahan, terutama di kalangan nelayan. Proses identifikasi pelaku tersebut diakui tidak mudah dan memerlukan waktu. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok