Repelita Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam tindakan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mengintimidasi dan mengancam jurnalis Kompas.com, Adhyasta Dirgantara.
Intimidasi tersebut terjadi saat peliputan kegiatan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang menghadiri acara di Markas Besar (Mabes) Polri, Kamis, 27 Februari 2025.
Kejadian bermula ketika Adhyasta bersama jurnalis lain melakukan wawancara doorstep kepada Agus yang sedang menuju mobilnya. Ia menanyakan soal dugaan penyerangan Polres Tarakan, Kalimantan Utara, oleh prajurit TNI.
“Polres Tarakan diserang tentara, Pak. Gimana itu? Dan bagaimana sinergitas TNI-Polri?” tanya Adhyasta.
Agus menjawab pertanyaan tersebut dan meninggalkan lokasi. Namun, dua pengawalnya kemudian mengintimidasi Adhyasta.
“Ngapain kau? Emang ngga (tidak) di-briefing?” terdengar ucapan pengawal TNI tersebut dalam sebuah video yang diterima.
Suara dari pengawal lainnya terdengar mengancam Adhyasta.
“Kutandai muka kau, ku sikat kau,” kata pengawal TNI tersebut dalam rekaman video.
Dalam video itu, pengawal TNI juga menghampiri Adhyasta dan memeriksa ID pers miliknya.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, salah satunya Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia, mendesak Detasemen Polisi Militer untuk melakukan tindak disiplin dan etik terhadap aparat TNI yang melakukan ancaman dan intimidasi terhadap jurnalis.
"Kemudian kami mengecam aksi intimidasi oleh pengawal panglima atau siapa pun petinggi TNI yang melakukan penghalang-halangan kinerja jurnalistik dengan dalih pengawalan," ujar Usman dalam keterangannya di Jakarta.
Usman juga mendesak kepolisian untuk menangkap pelaku intimidasi dan menjebloskan mereka dalam delik pidana, Pasal 18 ayat (1) UU Pers No 40 Tahun 1999, karena telah menghalangi proses kerja jurnalistik.
“Selanjutnya, kami mendesak Dewan Pers untuk menerjunkan Satgas Anti-Kekerasan guna memastikan kepolisian mengusut kasus ini dengan tuntas. Dewan Pers juga perlu memantau dan menuntaskan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang selama ini luput dalam pendataan,” lanjutnya.
Usman menegaskan bahwa jurnalis melakukan kerja-kerja pers sebagai bentuk check and balances serta pengimplementasian tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi. Segala bentuk intimidasi dan ancaman merupakan bentuk penghalang-halangan kerja pers yang dapat berakibat pada terlanggarnya hak atas jaminan rasa aman bagi jurnalis serta hak publik atas informasi.
Dengan demikian, ia menambahkan, kasus ini menambah panjang deretan pelanggaran yang dilakukan aparat TNI, memperburuk catatan buruk perilaku aktor negara dalam menjamin keberlangsungan demokrasi, dan menunjukkan ketidakberpihakan negara terhadap ruang sipil. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok