Repelita, Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Syaiful Hidayat meragukan kemungkinan wacana Presiden Prabowo Subianto untuk menjadikan Koalisi Indonesia Maju (KIM Plus) sebagai koalisi permanen pada Pilpres 2029. Djarot menganggap politik adalah arena yang dinamis, dan ia meragukan semua partai yang tergabung dalam KIM Plus akan tetap konsisten mengusung Prabowo di Pilpres 2029.
"Kita akan lihat apakah semua partai konsisten empat tahun lagi mengusung Prabowo di Pilpres 2029," kata Djarot kepada wartawan, Senin (17/2/2025).
KIM Plus, yang terbentuk setelah Prabowo terpilih sebagai Presiden di Pilpres 2024, menggabungkan partai-partai pendukung Prabowo-Gibran, termasuk Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PSI, PBB, Gelora, Prima, dan Garuda. Setelah itu, sejumlah partai pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD juga bergabung dalam koalisi tersebut, seperti PKS, NasDem, PKB, PPP, dan Perindo.
Prabowo, setelah menjalani 100 hari pemerintahan, berwacana menjadikan KIM Plus sebagai koalisi permanen. Wacana ini dia sampaikan dalam pertemuan dengan para ketua umum partai anggota KIM Plus di Hambalang, Bogor, pada 14 Februari 2025. Sebelumnya, Gerindra menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) pada 13 Februari 2025 dan mengamanatkan Prabowo untuk maju kembali sebagai calon presiden pada Pilpres 2029.
Namun, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, membuat Djarot ragu akan konsistensi partai-partai dalam KIM Plus. Sebab, dengan putusan tersebut, setiap partai politik memiliki kesempatan untuk mengusung calon presiden mereka sendiri pada Pilpres 2029.
"Hampir mustahil kalau Pilpres 2029 hanya diikuti calon tunggal," ujar Djarot.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi menilai bahwa dalam politik Indonesia, koalisi bersifat cair dan sering berubah. Sejarah koalisi partai-partai sejak masa Presiden Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Jokowi membuktikan bahwa komposisi koalisi selalu mengalami perubahan seiring waktu.
"Politik kita ini tidak ada yang baku. Sangat cair sekali, apalagi dengan dihapusnya presidential threshold," kata Asrinaldi.
Asrinaldi juga memprediksi adanya manuver politik menjelang Pilpres 2029, mengingat tidak jarang partai-partai anggota koalisi merasakan bahwa keberadaan mereka di dalam pemerintahan justru merugikan partai tersebut.
Sementara itu, dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, berpendapat bahwa koalisi permanen memang bisa terjadi hingga 2029, meskipun untuk periode kedua Prabowo, terutama pasca 2029, tidak ada jaminan bahwa NasDem dan PKS akan tetap bersama.
Adi juga melihat peluang Gibran Rakabuming Raka sebagai calon rival Prabowo pada Pilpres 2029 semakin terbuka. Sebagai Wakil Presiden, Gibran memiliki potensi besar untuk maju sebagai calon presiden. Popularitas dan dukungan dari ayahnya, mantan Presiden Jokowi, akan menjadi modal besar bagi Gibran.
"Apalagi tradisi politik kita yang kalah pun diajak bergabung. Jadi PKS dan NasDem sekalipun nanti misalnya mengusung jagoan sendiri mereka tidak takut tidak diajak masuk ke dalam pemerintahan," beber Adi.
Namun, Adi juga menekankan bahwa meskipun Gibran memiliki potensi besar, ia akan menghadapi tantangan besar jika maju sebagai rival Prabowo, mengingat posisi Prabowo yang semakin kuat menjelang Pilpres 2029.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok