Repelita Tel Aviv - Kepala Staf Umum Tentara Israel (IDF), Herzi Halevi, akan mengakhiri masa jabatannya pada Maret mendatang setelah mengakui kegagalan pasukan Israel pasca-serangan 7 Oktober 2023. Halevi juga mengungkapkan besarnya kerugian yang dialami IDF, yang selama ini dikenal sebagai salah satu tentara paling canggih di dunia. Ia akan digantikan oleh Mayor Jenderal (Cadangan) Eyal Zamir.
“Kami menderita banyak korban, dan perang meninggalkan luka serta bekas luka pada banyak tentara kami dan keluarga mereka,” ujar Halevi dalam laporan media Israel. Tentara Israel tidak menyangkal jumlah korban jiwa yang terus bertambah. Zamir, yang bertanggung jawab atas pencatatan korban, menyebut dalam pernyataan yang diterbitkan oleh Channel 12 Israel pada 2 Februari bahwa sekitar 5.942 keluarga baru Israel bergabung dalam daftar keluarga berduka sepanjang tahun 2024, sementara lebih dari 15.000 tentara mengalami luka-luka dan masuk dalam sistem rehabilitasi.
Besarnya jumlah korban juga terlihat dari keputusan Israel menarik lebih dari 15 brigade militernya dari Jalur Gaza setelah mengalami perlawanan sengit. Brigade yang ditarik mencakup formasi tempur utama seperti Brigade Golani, Brigade Ketujuh, Brigade ke-188 (Barak), Brigade Pasukan Terjun Payung (Brigade ke-35), dan Brigade Givati.
Analis militer Yossi Yehoshua dalam artikelnya di i24 News menilai bahwa Zamir akan menghadapi tantangan besar dalam memimpin tentara yang telah bertempur lebih dari setahun di berbagai medan perang.
Pada 15 Juli 2024, tentara Israel mengakui bahwa banyak kendaraan tempurnya rusak parah akibat perlawanan di Gaza, serta mengalami kekurangan amunisi. Sementara itu, kelompok perlawanan Palestina menyebut dalam pernyataan pada Februari 2024 bahwa mereka telah menghancurkan atau merusak lebih dari 1.108 kendaraan militer Israel, termasuk 962 tank, 55 pengangkut personel lapis baja, 74 buldoser, tiga ekskavator, dan 14 jip militer.
Pakar urusan Israel Azzam Abu Al-Adas menilai bahwa kehilangan kendaraan tempur dan peralatan lapis baja menjadi salah satu tantangan terbesar bagi IDF. “Gambar dan video yang disiarkan kelompok perlawanan menjadi bukti apa yang terjadi di Jalur Gaza. Ada laporan bahwa Israel kehilangan setengah hingga dua pertiga dari kendaraan militernya, ini kerugian yang sangat besar,” ujarnya. Ia juga menyebut bahwa sebagai dampak dari kehancuran ini, Israel mulai mengerahkan kendaraan lapis baja tua serta tank Merkava 3 untuk menggantikan tank Merkava 4 yang mengalami cacat operasional.
Kerugian perang ini juga berdampak besar pada keuangan Israel. Bank of Israel memperkirakan, sebagaimana dilaporkan oleh surat kabar ekonomi The Marker pada 11 Januari 2025, bahwa biaya perang telah mencapai sekitar 250 miliar shekel (67,57 miliar dolar AS) hingga akhir 2024. Biaya ini mencakup pengeluaran militer langsung, pengeluaran sipil besar, serta hilangnya pendapatan negara.
Pada 2 Februari, Zamir mempresentasikan laporan pengeluaran Kementerian Pertahanan Israel selama tahun 2024. Channel 12 melaporkan bahwa anggaran militer Israel tahun ini mencapai 190 miliar shekel, sementara pengeluaran untuk pengadaan senjata dan logistik mencapai 220 miliar shekel, atau lebih dari empat kali lipat rata-rata tahunan sebelumnya. Komite Nagel yang ditunjuk oleh pemerintah Israel bahkan merekomendasikan peningkatan anggaran militer sebesar 15 miliar shekel per tahun.
Peningkatan biaya perang ini membebani setiap warga Israel. “Jika sebelumnya setiap warga Israel rata-rata membayar 7.000 shekel per tahun untuk anggaran militer, kini jumlahnya meningkat menjadi 10.000 shekel per orang per tahun. Dari mana uangnya?” tanya Sami Peretz dalam laporannya di The Marker.
Selain itu, IDF juga menghadapi masalah serius terkait kehilangan komandan. Ofer Shelah, kepala Program Kebijakan Keamanan Nasional di Institut Studi Keamanan Nasional, menyebut dalam artikel di Channel 12 pada 2 Februari bahwa tingkat kematian atau cedera komandan lapangan IDF sangat tinggi. Ia juga mengungkapkan adanya gelombang pengunduran diri perwira berpangkat kapten ke atas yang kecewa dengan kegagalan strategi militer Israel. “Masalah ini belum bisa diatasi, terutama karena komandan kehilangan wewenang akibat tanggung jawab atas kegagalan di awal perang,” tulisnya.
Saat ini, tentara Israel menghadapi kombinasi masalah serius, mulai dari kelelahan pasukan, menurunnya jumlah serta kompetensi prajurit, hingga melemahnya disiplin dan nilai-nilai militer mereka.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

