Repelita Jakarta - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Deddy Yevry Sitorus, menyerukan pengunduran diri secara massal bagi seluruh pejabat KPU, Bawaslu, Kemendagri, hingga DPR sebagai bentuk pertanggungjawaban atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada 2024.
Seruan tersebut disampaikan dalam rapat evaluasi antara DPR dengan KPU, Bawaslu, dan Kemendagri. Deddy menilai putusan MK yang memerintahkan pemungutan suara ulang di 24 daerah merupakan bukti kegagalan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.
"Saya enggak tahu, kita punya hak enggak untuk duduk lagi di ruangan ini semua. Kalau kita punya budaya malu, saya kira wajar kita mundur semua," kata Deddy.
Menurutnya, bukan hanya KPU dan Bawaslu yang gagal, tetapi juga DPR dan pemerintahan secara keseluruhan. "KPU, Bawaslu, Mendagri, Kapolri, gagal kita ini. DPR juga. Supaya adil. Enggak apa-apa, kalau kita perlu mundur berjamaah, saya siap. Supaya sebagai tanggung jawab kita kepada bangsa ini," tambahnya.
Deddy menyoroti jumlah permohonan sengketa pilkada yang mencapai 310 dari total 545 daerah yang menggelar pilkada. Ia menilai angka tersebut mencerminkan banyaknya masalah dalam proses pemilu.
"198 daerah itu bukan berarti tidak bermasalah. Either pelanggarannya terlalu masif sehingga tidak bisa dibuktikan atau orang udah capek," ujarnya.
Ia juga mengkritik keputusan membebankan anggaran pemungutan suara ulang kepada pemerintah daerah. Menurutnya, hal ini tidak adil karena kesalahan berasal dari kelalaian KPU dan Bawaslu.
"Hampir 60 persen pilkada gagal bermasalah. Rakyat disuruh bayar lagi, kepala daerah disuruh tarung lagi. Dari mana uangnya? Minjem, jual, gadai," kata Deddy.
Ia pun menegaskan bahwa mahalnya biaya politik dalam pilkada menjadi faktor utama maraknya praktik korupsi di kalangan pejabat daerah.
"Nanti kita teriak kepala daerah koruptor. Muaranya di sini. Ketidakmampuan kita menjaga pemilu yang jurdil, bikin pelanggaran di mana-mana, dan kita harus bayar itu semua. Enak banget," pungkasnya.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok