Repelita Jakarta - Arsin, Kepala Desa (Kades) Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, semakin menjadi sorotan setelah dirinya menghilang di tengah penyelidikan polisi terkait dugaan pemalsuan sertifikat lahan pagar laut di perairan Tangerang. Sikapnya yang arogan dan penuh percaya diri membuatnya mendapat julukan "monster" dari warga setempat.
Sejak kasus ini mencuat, keberadaan Arsin menjadi misterius. Kantor Desa Kohod yang biasanya ramai kini tampak sepi, hanya dijaga oleh beberapa orang yang diduga sebagai preman rekrutan Arsin. Seorang petugas desa mengatakan bahwa Kades sempat ada di kantor, tetapi kini sudah pergi tanpa diketahui keberadaannya.
Henri Kusuma, penasihat hukum warga yang terdampak kasus pagar laut, mengatakan bahwa Arsin selama ini berkuasa bak seorang raja di desanya. Ia dikenal arogan dan sering memaksa warga mengikuti perintahnya. Jika ada yang menolak, ia tak segan-segan mengerahkan preman untuk menekan mereka.
"Di mata warga Kohod, Arsin seperti monster. Apa pun yang dia bilang harus diikuti warga," ujar Henri.
Henri juga mengungkapkan bahwa Arsin dengan percaya diri menantang siapa pun yang mencoba menyeretnya ke jalur hukum.
“Dia bilang sambil menepuk dada kirinya, ‘Enggak ada yang bisa penjarain gue, sekalipun presiden.’ Itu yang dia katakan,” ungkap Henri menirukan ucapan Arsin.
Kepercayaan diri berlebihan ini juga ditunjukkan oleh para pengawalnya. Salah satu bodyguard Arsin bahkan berani berkata, "Iris kuping gue kalau Arsin bisa ketangkap. Eh, jangan kuping deh, tapi leher aja, kalau kuping gue belum mati."
Sebelum kasus ini mencuat ke publik, Henri mengaku sempat didatangi dua orang suruhan Arsin yang berusaha meredam kasus ini dengan menawarkan ganti rugi kepada warga. Namun, ketika laporan-laporan mulai masuk ke berbagai pihak, Arsin dan sekretaris desanya, Ujang Karta, justru menghindar dan menolak bertemu.
"Ketika saya ajak ketemu, mereka tidak mau. Kami sudah lapor ke banyak tempat. Saya bilang, sudah terlambat, sebentar lagi Arsin akan jadi tersangka," kata Henri.
Hingga kini, keberadaan Arsin masih menjadi tanda tanya besar. Sementara itu, sekitar 400 warga yang tergabung dalam Gerakan Tangkap Arsin (Getar) terus berupaya mencari pria yang bersikeras mengklaim bahwa pagar laut yang dipermasalahkan dulunya adalah empang milik warga.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok