Repelita Yogyakarta - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, mengusulkan pembangunan rumah susun di bantaran sungai sebagai solusi atas mahalnya harga tanah di Yogyakarta. Usulan ini disampaikan saat menghadiri Amazing REI Property Expo 2025 di Pakuwon Mall, Yogyakarta, pada Selasa (28/1).
Fahri menyampaikan, selain di Yogyakarta, kota-kota lain juga perlu merevitalisasi kawasan kumuh di bantaran sungai menjadi kawasan yang layak huni. “Kalau pertanahan di Jogja ini kan harganya nggak masuk akal, makanya tadi dari kemarin saya mendorong supaya di Jogja dan di kota-kota yang tua di Indonesia ini untuk mengakhiri kawasan-kawasan yang kumuh di pinggir kali seperti Kali Code dan sebagainya. Itu kita dorong munculnya perumahan-perumahan susun supaya sebagaimana wisdom di sini, ya mundur madhep munggah,” ujar Fahri.
Menurutnya, konsep revitalisasi kawasan pinggir kali dengan rumah susun pernah dilakukan oleh tokoh Romo Mangun di Kali Code. Pemerintah ingin melanjutkan konsep tersebut dengan pendekatan pembangunan vertikal.
Fahri juga mengungkapkan bahwa pemerintah menargetkan pembangunan 3 juta rumah dalam beberapa tahun ke depan sebagai bagian dari program swasembada papan. Program ini bertujuan untuk memastikan seluruh rakyat Indonesia memiliki akses terhadap hunian yang layak. Target ini juga sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk menciptakan generasi emas 2045 melalui pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan.
“Dengan berbagai kebijakan ini, kami berharap sektor perumahan dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi dan memberikan dampak positif bagi masyarakat,” ujar Fahri.
Namun, Fahri menyebut bahwa pemerintah tidak dapat secara langsung membangun rumah untuk masyarakat, sehingga harus mengandalkan pengembang untuk mewujudkan program perumahan rakyat. "Bagi pemerintah, memang tidak ada jalan lain. Kami harus mengandalkan para pengembang, karena pemerintah pada dasarnya sesendok semen pun tidak dipegang," ujarnya.
Sementara itu, pemerintah akan berperan dalam menciptakan kebijakan yang mendukung percepatan pembangunan rumah, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Salah satu langkah konkret yang akan diambil adalah menyederhanakan proses perizinan yang sebelumnya membutuhkan 11-15 tahap, agar dapat dikurangi atau dihapus demi mempercepat pembangunan.
Fahri menjelaskan bahwa pasar perumahan merupakan mekanisme pertemuan antara permintaan dan penawaran, namun karena pasar tidak dapat mengatur dirinya sendiri, negara hadir untuk memastikan regulasi berjalan dengan baik.
Ia mengungkapkan bahwa sektor perumahan menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah backlog perumahan yang mencapai sekitar 40 juta unit di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah berencana mempercepat pembangunan dengan memberikan kemudahan perizinan dan mengendalikan harga tanah agar tetap terjangkau.
“Pemerintah akan mengambil jalan supply-side policy di perumahan ini, di mana kami akan mendorong produksi perumahannya dulu. Karena itulah pemerintah akan bantu,” kata Fahri Hamzah. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok