Repelita Jakarta - Muhammad Said Didu kembali mengungkapkan pandangannya yang membuat publik tercengang dalam podcast Abraham Samad Speak Up. Ia menuding bahwa Proyek Strategis Nasional yang melibatkan kawasan Pantai Indah Kapuk 2 hanya menjadi alat untuk menggusur rakyat kecil secara masif.
"Saya melihat PSN ini dibungkus untuk menggusur rakyat. Itulah yang terjadi di PIK," ujar Said Didu.
Ia menyebut bahwa proyek PIK 2 yang dulunya hanya mencakup kawasan berdampingan dengan PIK 1 kini berkembang hingga jauh ke wilayah Serang. Namun, ada kejanggalan terkait perubahan penamaan kawasan tersebut setelah masuk dalam daftar PSN.
"Menariknya, dulu PIK 2 itu hanya berdampingan dengan PIK 1. Yang lain sampai Serang itu PIK 10 namanya. Setelah keluar PP tentang dia menjadi PSN, semua menjadi PIK 2," ungkapnya.
Menurut Said Didu, setelah berubah menjadi PSN, proyek ini seolah membawa semangat baru yang justru tidak berpihak kepada rakyat. "Dengan semangat itu, maka dibawa itu semangatnya untuk menggusur rakyat sangat tinggi. Membabi buta. Saya cerita pengalaman saja, saya tidak tahan melihat penderitaan rakyat," katanya.
Said Didu juga mengkritisi praktik pembebasan lahan yang dinilainya sangat merugikan masyarakat. Ia menyebut harga tanah yang semula mencapai Rp30 juta per meter persegi hanya dihargai Rp50 ribu oleh pihak pengembang.
"Teluk Naga itu bersampingan betul dengan bandara, kemudian Kosambi itu sekitar bandara, harga tanah di sana sampai Rp30 juta per meter. Itu pun dibebaskan Rp50 ribu," ungkapnya.
Ia juga menyebut beberapa kecamatan lain yang terdampak, seperti Sukadiri, Mauk, Kemiri, Kronjo, hingga Mekar Baru. "Ada lagi satu kecamatan yang berbatasan dengan Serang," tambahnya.
Lebih jauh, Said Didu mengisahkan pengalaman pribadinya ketika mencoba menemui warga yang terdampak proyek tersebut. "Saya datang ke lokasi itu awalnya ada 20 rakyat mau ketemu," ujarnya.
Namun, pertemuan tersebut berlangsung dalam suasana penuh ketakutan akibat pengawasan ketat dari aparat dan keberadaan preman. "Beritanya bocor, tuan rumah bilang, kami kalau terima tamu pak bisa kencing berdiri kami. Ketakutan mereka," tukasnya.
Ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap penderitaan yang dialami rakyat kecil akibat proyek ini. Menurutnya, keberadaan aparat dan preman di wilayah tersebut mencerminkan tekanan yang luar biasa terhadap masyarakat yang tanahnya digusur.
"Yang menarik, terlalu banyak berkeliaran aparat dan preman di wilayah pembebasan," pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok