Repelita, Jakarta 15 Desember 2024 – Wacana perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi tidak lagi dilakukan langsung oleh masyarakat, melainkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dianggap tidak tepat untuk diterapkan saat ini. Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menilai sistem pilkada langsung oleh masyarakat yang sudah berlaku sejak 2007 hingga 2024, telah menjadi bagian penting dari proses demokrasi di Indonesia.
Efriza menyebutkan bahwa gagasan pilkada melalui DPRD tidak dapat diterima begitu saja. Sejarah mencatat bahwa usulan pengembalian kewenangan pemilihan kepala daerah ke DPRD pernah muncul di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal tersebut diwujudkan melalui revisi UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah oleh DPR RI, yang kemudian dituangkan dalam UU 24/2014. Namun, pada akhirnya, Presiden SBY memutuskan untuk membatalkan hal tersebut dengan mengeluarkan Perppu menjelang akhir masa jabatannya pada 2014.
Selain itu, Efriza juga mencatat bahwa sistem pilkada langsung tetap dipertahankan oleh Presiden Joko Widodo saat periode pertama jabatannya. Jokowi melakukan revisi terhadap UU Pilkada untuk memastikan pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh masyarakat.
Menurut Efriza, baik masyarakat maupun elite politik masih menginginkan pilkada langsung sebagai sarana untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pemilihan pemimpin daerah. Sistem ini dianggap lebih sesuai dengan prinsip demokrasi langsung yang diharapkan oleh banyak pihak di Indonesia.
Dengan mempertahankan mekanisme pilkada langsung, Efriza percaya bahwa proses demokrasi dapat berjalan lebih efektif dan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemilihan pemangku kepentingan di tingkat daerah.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok