Filsuf sekaligus rohaniwan Franz Magnis Suseno alias Romo Magnis mengingatkan pentingnya partai oposisi untuk kemaslahatan demokrasi. Ia khawatir, jika pemerintahan saat ini didukung oleh hampir semua partai maka lembaga eksekutif dapat berbuat seenaknya.
“Demokrasi tanpa partai kiri, sebetulnya enggak masuk akal,” kata Romo Magnis dalam sebuah diskusi publik bertajuk Hukum Sebagai Senjata Politik, di Aula Graha STR, Jakarta Selatan, pada Rabu, 19 Juni 2024.
Ia mewanti agar partai-partai tidak mau dibeli oleh pemerintah. Meskipun ia juga tak menampik bahwa pemerintah memerlukan dukungan tersebut. Sebagai contoh, Romo Magnis menyebut pada pemilihan presiden di tahun 2014, Joko Widodo atau Jokowi mendapat dukungan hampir sekitar 40 persen suara.
Pada prinsipnya, kata Romo Magnis, dukungan dari partai tersebut tak menjadi masalah. Namun, ia khawatir jika terjadi praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). “Partai itu praktis masing-masing mendapatkan sesuatu yang menjanjikan atau dapat tempat tersendiri, entah kementerian, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan lain-lain,” kata dia.
Selain KKN, Romo Magnis khawatir terjadi perubahan dari prinsip rule of law menjadi rule by law. Dalam pengertiannya, rule by law memandang bahwa pemerintah berada di atas hukum itu sendiri sehingga mereka dapat semena-mena.
Dampaknya, suara-suara dari masyarakat tidak lagi didengar, padahal partai-partai itu bertugas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Sekarang misalnya, kita masih punya (waktu) beberapa bulan tapi mereka cepat-cepat memasukkan (draft) Undang-Undang yang sebetulnya masih problematik dan tidak dibicarakan, itu tidak beres,” ucapnya.
Jika kondisi itu terus dilakukan, maka demokrasi di Indonesia akan habis. Lalu, praktik KKN terus merajalela. "Itu berarti demokrasi menurut saya akan habis. Kalau suatu pemerintah didukung oleh hampir seluruh partai, lalu eksekutif berarti bisa berbuat apa saja," kata dia.