Managing Director Political Economy and Policy Studie (PEPS) Prof Anthony Budiawan mengungkapkan sejumlah kejahatan ekonomi yang dilakukan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu disampaikan Anthony saat menjadi narasumber dalam diskusi publik bertajuk Membongkar Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Dinasti Politik Rezim Totalitarian) di Jl Diponegoro No 72, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/6).
Hadir narasumber lain, yakni Aktivis 98 dan Pengamat Politik Indonesia Ray Rangkuti, Mantan Ketua KPK Abraham Samad, dan Ekonom Faisal H. Basri.
Anthony menyoroti adanya proyek yang disebut sebagai strategis oleh pemerintah, antara lain Rempang, Kepulauan Riau, dengan luasan 17 ribu hektare. Dengan status tersebut, maka siapa pun yang menghalangi bisa digusur. Padahal proyek itu nantinya akan diberikan kepada satu perusahaan.
"Seperti PIK dua, kalau enggak salah, keluasannya itu bisa sampai 7 ribu hektare. Berapa keuntungan? Di BSD sampai berapa? Dan kalau ini didiamkan, maka dua konglomerat ini akan menjadi perdana bagi siapa pun nanti presidennya. Ini yang bisa menguasai Indonesia nantinya. Karena proyek ini, sampai ke atas itu bisa untung ratusan triliun. Bahkan seribu triliun," kata Anthony.
Anthony menerangkan Presiden Jokowi memberikan status proyek strategis nasional (PSN) kepada pengusaha dan perusahaan. Anthony menyebutkan bagaimana bisa negara memberikan satu status kepada perusahaan.
Selain itu, Anthony mengatakan proyek IKN juga melanggar konstitusi. Dia mempertanyakan mengapa DPR RI diam saja melihat pelanggaran, terutama atas pembiayaan yang menggunakan APBN.
"IKN melanggar konstitusi, yaitu karena IKN adalah satu pemerintah daerah untuk ibu kota negara yang tidak berbentuk provinsi, kabupaten, atau kota. Karena pembentuknya adalah badan otorita," jelas dia.
Kemudian, lanjut Anthony, proyek kereta cepat. Pemerintah membuat seolah-olah China sebagai pemenang tender padahal Jepang. Akhirnya proyek tersebut terjadi pembengkakan biaya, terutama dari unsur bunga.
"Bunga dari Jepang 0,1 persen. Bunga dari China adalah 2 persen, 20 kali lipat. Nah, kemudian dikatakan kenapa proyek China dipilih? Karena tidak perlu jaminan APBN," kata Anthony.
"Belum kalau kita bicara korupsi. Korupsi nikel, ilegal. Itu adalah aktornya, aktor utamanya itu adalah orang yang sukarelawan Jokowi dari 2014 dan 2019," tambah Anthony.
Anthony juga menyoroti kasus korupsi BTS 5G yang dilakukan oleh eks Menteri Kominfo Johnny G. Plate. Anthony mengatakan Plate dalam persidangan menyebutkan bahwa proyek ini terjadi atas restu Presiden Jokowi.
"Kalau engak salah menurut kerugian itu BPK yang pernah menghitung itu kerugiannya adalah Rp8 triliun dari Rp10 triliun. Nah bagaimana? Bahwa dia bisa kerugian itu kemudian ada beberapa yang ditangkap," jelas Anthony.
Anthony melihat koorporasi yang menikmati uang rasuah tidak ditangkap, hanya operator kecil-kecilnya saja. Dia mencontohkan anak perusahaan Sinarmas Group yang menikmati duit tersebut tetapi hingga kini tidak diproses hukum.
"Dan, di mana Sinarmas juga terbukti dari kebakaran," jelas dia.
"Pada saat itu harusnya dia itu dikenakan, dituntut Rp8,7 triliun. Dituntut tetapi akhirnya dibebaskan menjadi Rp78,5 miliar saja dendanya," tambah Anthony.
Dia juga menyoroti anak usaha Sinarmas, Venture Capitalist membiayai bisnis anak Presiden Jokowi, Kaesang dan Gibran.
"Nah, kemudian petinggi Sinarmasnya, dirutnya itu, petinggi Sinarmasnya itu, anak perusahaan Sinarmas kemudian menjadi dubes di Korea. Dan salah satunya lagi adalah menjadi wakil kepala otorita di IKN," kata dia.
Anthony menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dolar saat ini tak ada kaitannya dengan suku bunga The Fed, atau angka-angka indikasi makroekonomi Indonesia seperti timgkat inflasi dan sebagainya.
Menurut Anthony, melemahnya nilai tuka rupiah sebenarnya terkaitvinvestor asing yang kabur atau keluar dari Indonesia. Dan baginya, hal itu terjadi karena menurunnya tingkat kepercayaan (trust) investor asing terhadap kondisi Indonesia saat ini yang sangat diwarnai nepotisme penguasa dan ketidakpastian hukum.
“Pelemahan nilai tukar rupiah itu terjadi karena asing kabur. Kalau asing keluar pasti nilai tukar dolar naik,” kata Anthony.
“Maka kalau ekonomi kita dikuasai oleh nepotisme, maka kita terjajah,” pungkasnya. (tan/jpnn)