Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY berencana mengajukan pinjaman sebesar US$ 635 juta atau setara Rp 10 triliun. Pinjaman tersebut diharapkan dapat menanggulangi defisit atau kekurangan anggaran program kerja ATR.
AHY menjelaskan, kementerian ATR sebelumnya mendapatkan pinjaman lunak dari Bank Dunia sebesar US$ 200 juta untuk jangka waktu lima tahun. Pihaknya saat ini tengah bernegosiasi dengan Bank Dunia agar plafon tersebut dinaikkan.
"Kami sedang membahas kemungkinan bisa mendapatkan tambahan pinjaman hingga US$ 600 juta atau tiga kali lipat untuk lima tahun ke depan. Tapi ini masih dalam proses negosiasi," ujar AHY saat menggelar rapat kerja dengan Komisi II DPR, Kamis (13/6).
Ia berharap pinjaman tersebut dapat mengurangi kekurangan anggaran yang dibutuhkan untuk menjalankan program-prorgam ATR di bidang reforma agraria. Menurut dia, Bank Dunia mengapresiasi program pembagian sertifikat tanah gratis atau Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dijalankan kementrian ATR.
"Mudah-mudahan ini cukup berarti menanggulangi kekurangan anggaran yang sebenarnya kami ajukan pada 2025," kata dia.
AHY menjelaskan, alokasi pagu indikatif yang diterima Kementerian ATR pada tahun depan sebesar Rp 6,4 triliun, jauh di bawah usulan yang diajukan pihaknya sebesar Rp 14 triliun. Kondisi serupa, menurut dia, juga terjadi pada 2023 dengan selisih mencapai Rp 7,49 triliun dan pada 2024 sebesar Rp 7,2 triliun.
"Kalaupun tidak, kami berharap tidak terlalu jauh dari yang kami dapatkan di tahun sebelumnya atau tahun 2023. Kalau tahun lalu Rp7,2 triliun, saat ini tengah mengajukan permohonan anggaran tambahan Rp620 miliar," kata id.a
Wakil Ketua Komisi II Junimart Girsang selaku pimpinan sidang mengatakan, permintaan tambahan anggaran tersebut akan dibahas lebih lanjut pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang akan datang. "Komisi II DPR RI akan membahasnya pada RDP yang akan datang," katanya.