
Repelita Jakarta - Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menyampaikan kekecewaan terhadap keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dalam penanganan gugatan terhadap pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Kekecewaan tersebut muncul karena majelis hakim yang ditunjuk untuk mengadili perkara itu seluruhnya berjenis kelamin laki-laki.
Gugatan diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas yang menilai pernyataan Fadli Zon telah menyangkal terjadinya pemerkosaan massal pada Peristiwa Mei 1998.
Ketika Koalisi Masyarakat Sipil berusaha untuk menggugah pernyataan Fadli Zon yang kemarin menyangkal adanya perkosaan massal 1998, kata anggota divisi impunitas KontraS, Jessenia Destarini Asmoroyang, dalam konferensi pers jelang Women's March Jakarta 2025 di Kantor Komnas Perempuan, Jumat 26 September 2025.
Desta, sapaan akrab Jessenia, menyayangkan bahwa permohonan agar hakim perempuan dilibatkan dalam proses peradilan ditolak oleh PTUN Jakarta.
Ketika kami mencoba untuk menyampaikan permohonan agar hakimnya perempuan agar berperspektif gender, perspektif perempuan, permohonan tersebut ditolak, ujarnya.
KontraS mempertanyakan keberpihakan negara terhadap perempuan dalam penanganan kasus yang menyangkut kekerasan seksual dan pelanggaran HAM berat.
Pertanyaan di mana kehadiran negara terhadap perempuan?, kata Desta.
Karena sejatinya pemutihan dosa negara yang terjadi pada Orde Baru sama saja dengan mengabaikan penderitaan perempuan di bawah tindakan-tindakan represif yang sangat patriarkis, tegasnya.
Gugatan terhadap Fadli Zon diajukan secara resmi pada Kamis 11 September 2025 dengan nomor perkara 303/G/2025/PTUN-JKT.
Objek gugatan meliputi siaran pers Kementerian Kebudayaan tertanggal 16 Mei 2025 dan unggahan media sosial pada 16 Juni 2025.
Koalisi menilai pernyataan tersebut mendelegitimasi laporan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa 1998 karena dianggap tidak didukung bukti kuat dan mengandung istilah yang problematik.
Pernyataan ini mempertegas klaim sebelumnya yang disampaikan Fadli Zon dalam wawancara Real Talk IDN Times pada 10 Juni 2025, yang meragukan kebenaran atau cenderung menyangkal terjadinya perkosaan massal pada Mei 1998, kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Jane Rosalina Rumpia.
Pihak penggugat terdiri dari perorangan dan badan hukum perdata, termasuk Ketua Tim TGPF Mei 1998 Marzuki Darusman, pendamping korban Ita F Nadia, Kusmiati dari Payuban Mei 1998, dan Koordinator Relawan untuk Kemanusiaan Sandyawan Sumardi.
Selain itu, gugatan juga diajukan oleh Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Kalyanamitra.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

