Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Bukan Sekadar Rp3 Miliar, Wamenaker Terjerat Skema Pungli K3 yang Rugikan Buruh

Koordinator K3 Kemenaker Dapat Rp 69 Miliar dari Peras Buruh, Dipakai membuat DP Rumah hingga Mobil

Repelita Jakarta - Di tengah sorotan publik atas momen tangis Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer yang mengenakan rompi oranye KPK, terungkap sebuah kasus yang jauh lebih besar dan menyakitkan.

Kasus ini berkaitan dengan dugaan korupsi sistematis yang telah memeras pekerja dan pengusaha hingga Rp81 miliar.

Penyelidikan menunjukkan bahwa kasus ini bukan sekadar persoalan satu pejabat yang terjerat hukum, melainkan mencerminkan bagaimana keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dijadikan komoditas pemerasan oleh sejumlah oknum di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Immanuel Ebenezer, yang diduga menerima aliran dana sebesar Rp3 miliar, hanyalah bagian paling terlihat dari praktik kejahatan yang telah berlangsung bertahun-tahun dan menyasar buruh di seluruh Indonesia.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap skema pemerasan melalui pengurusan sertifikat K3, dokumen vital yang seharusnya menjamin perlindungan pekerja, namun justru dijadikan alat untuk menekan pemohon.

Seorang pekerja atau manajer HRD yang membutuhkan sertifikat ini harus menghadapi birokrasi yang rumit dan biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

Prosedur resmi menetapkan biaya pengurusan sertifikat K3 sebesar Rp275.000 per orang, tetapi praktik di lapangan memaksa pemohon membayar hingga Rp6.000.000, lebih dari 20 kali lipat dari tarif resmi.

Ancaman perlambatan terjadi jika pemohon menolak membayar uang pelicin; proses pengajuan sertifikat sengaja diperlambat, dipersulit, atau bahkan diabaikan, menimbulkan tekanan besar bagi perusahaan yang memiliki tenggat proyek.

Modus ini diduga berjalan mulus sejak 2019, mengumpulkan total dana haram sekitar Rp81 miliar.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan betapa mencekiknya praktik pemerasan ini, dengan biaya Rp6 juta bisa menyaingi dua kali lipat Upah Minimum Regional (UMR) pekerja, yang menunjukkan ketidakmanusiawian bagi mereka yang bergaji pas-pasan.

Dampak korupsi ini melampaui kerugian finansial; sertifikasi K3 yang seharusnya melindungi nyawa manusia justru dijadikan komoditas, menempatkan pekerja pada risiko tinggi.

Perusahaan, terutama yang berskala kecil dan menengah, menghadapi dilema besar: membayar pungli akan menggerogoti anggaran, sedangkan menolak berarti menunda proyek dan menghadapi risiko hukum.

Kondisi ini membuka celah bagi pekerja untuk bekerja di lingkungan berisiko tanpa pelatihan dan sertifikasi yang memadai, sehingga keselamatan nyawa menjadi taruhan utama.

Setiap rupiah yang masuk ke kantong koruptor adalah dana yang seharusnya dipakai untuk memastikan pekerja bisa pulang dengan selamat ke rumah setelah bekerja.

Kasus ini mencerminkan penyakit kronis birokrasi di Indonesia, mulai dari lemahnya pengawasan hingga celah kewenangan yang disalahgunakan, sehingga menciptakan "kerajaan kecil" di dalam kementerian yang kebal hukum.

Beberapa faktor yang memungkinkan praktik korup ini terus berjalan meliputi kurangnya transparansi dalam pengajuan sertifikat, sentralisasi kewenangan yang menumpuk pada segelintir pejabat, serta kegagalan mekanisme pengawasan internal di Kemnaker untuk mendeteksi atau menghentikan praktik ilegal yang telah berlangsung lama.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved