
Repelita Jakarta - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, kembali melontarkan pernyataan terbuka soal tuntutan hukum terhadap Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi impor gula.
Melalui unggahan di akun media sosialnya, Anthony mengaku masih belum memahami secara utuh duduk perkara hukum yang menyeret mantan Menteri Perdagangan tersebut.
Ia menilai bahwa mencari unsur kesalahan hukum dari Tom Lembong bukanlah perkara mudah, bahkan bagi mereka yang mengatasnamakan keadilan.
“Mencari kesalahan Lembong secara hukum yang baik dan benar ternyata sangat sulit bagi siapapun yang bertujuan menegakkan keadilan,” tulis Anthony dalam cuitannya pada Selasa, 8 Juli 2025.
Ia juga menyinggung kejanggalan dalam rentetan proses hukum yang belakangan ini muncul, termasuk terhadap terdakwa lain, Hasto Kristiyanto.
“Hasto dituntut 7 tahun pun masih menyisakan banyak pertanyaan,” ujarnya.
“Anehnya berlanjut dengan Lembong yang dituntut 7 tahun,” tambahnya.
Sebelumnya, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong telah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus korupsi impor gula saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
Jaksa penuntut umum menyatakan bahwa Tom terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut.
Atas perbuatannya, jaksa menuntut Tom Lembong dengan hukuman tujuh tahun penjara serta denda sebesar Rp750 juta.
Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama enam bulan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa saat membacakan tuntutan di persidangan.
“Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sejumlah Rp750 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan 6 bulan kurungan,” lanjut jaksa.
Proses hukum terhadap Tom Lembong masih terus bergulir dan menimbulkan beragam respons dari berbagai kalangan, terutama para pengamat kebijakan dan publik yang mempertanyakan konsistensi penegakan hukum. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

